Pohon Jatikluwih Peninggalan Sunan Kali Jaja dan Sunan Geseng
Pohon Jatikluwih terletak di Dusun Loputih, Kalurahan Jatimulyo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Propinsi DIY. Keletakan pohon ini berada di tepi jalan beraspal di dusun tersebut.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTb4U7M8Ihm3yzyNRA2y8LPiByvTyS2rLmqfq3zJWWb_GV9ezD6Adq9u146WArUzWIogujBR5ZpWqhllYSprQUjIG5JTLeqECLRRaGPiWho3AvsrIEmwc9Qk6wG6H-rg9hvVh4Q9AGEsMV/s400/jati-1.jpg)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhW_0QoEjvdIfV3T_mhmLB0TygLDSofdyHt4BvFYo7UzPp3So3-JyMcTITZF59_G-ZB8q1gsXl42CnRtzFIPeFS08Fp8UkcdgVsRTcZInNX6dLFN_m75AdMsH6GVygUXb6ut4yBsfTBl1Xi/s400/jati2.jpg)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg264r3Q6LsGbshgcjyRYTIV7V8EH35JfrY5sDuGwRrDsUQGa7nTYZsgSb9RynF5vluE8DwMn8PIFwti_hnhsjOw_MjWINU0tX1tXBpIdc3HudQGkxB-XftFixdXDmMZ4XirJc6ZQWaIXeE/s400/jati3.jpg)
Tidak ada yang tahu persis, kapan tanaman Jatikluwih ini mulai tumbuh. Hanya saja pohon Jatikluwih ini menurut sumber setempat telah ada sejak zaman Sunan Kalijaga bertemu dan menjadi guru Sunan Geseng (Ki Cakrajaya). Tidak diketahui juga apakah Sunan Kalijaga di sini merupakan Sunan Adilangu I, II, atau III.
Fenomena pohon Jatikluwih ini menurut sumber setempat berasal dari perdebatan antara Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng. Dalam cerita itu disebutkan bahwa pada suatu ketika sehabis dari Sendang Banyu Urip keduanya berjalan-jalan di tengah hutan. Dalam perjalanan itu mereka terlibat perbincangan mengenai kesejatian dalam hidup.
Menurut Sunan Kalijaga kesejatian hidup merupakan sesuatu yang penting agar manusia dekat dengan penciptaNya. Sementara itu Sunan Geseng mengatakan bahwa manusia diberi banyak kelebihan (linuwih/keluwihan) agar bisa mencapai kehidupan yang sejati. Hidup yang murni. Suci.
Dua pendapat yang tampaknya berbeda namun mengandung tujuan dan hasrat yang sama ini akhirnya mengakibatkan mereka juga berdebat tentang sebuah pohon yang tampak di kejauhan. Sunan Kalijaga menebak bahwa pohon tersebut adalah pohon jati. Sementara Sunan Geseng menebak bahwa pohon tersebut adalah pohon kluwih.
Dari kata-kata ”jati” dan ”kluwih” inilah kemudian muncul fenomena aneh, pohon yang mereka tunjuk menjadi pohon jati kluwih. Pohon jati bukan, pohon kluwih pun juga bukan.
Barangkali fenomena pohon Jatikluwih ini bisa menjadi bahan penelitian lebih lanjut bagi rekan-rekan dari kehutanan, pertanian, biologi, dan sebagainya. [a. sartono k.]
Perdebatan Sabdo Dadi
Nah berikut akan coba saya ceritakan sebuah cerita yang memiliki banyak versi ini. Pada suatu ketika Sunan Kalijogo sedang bersama Sunan Geseng muridnya di suatu tempat,(saat ini tempat itu berada di Padukuhan Loputih desa Jatimulyo).
Legenda diatas adalah sebuah pesan moral dari nenek moyang dan mengandung ajaran adiluhung, lantas manakah yg benar diantara kedua sunan tersebut? tentu saja keduanya benar adanya. mari kita bahas pendapat Sunan Kalijogo lebih dahulu.
Banyak orang berpendapat bahwa kualitas sujud seseorang dilihat dari tanda hitam di dahinya, ini memang benar tapi cuman separuh kadar kebenarannya sebab dahi hitam bisa di buat dengan cara menekan dahi pada karpet atau sajadah dengan kuat atau cara lebih ekstrim disertai menggosok-gosok dahinya pada waktu sujud, ini malah berbahaya sebab bisa menjadi riya atau pamer "ketakwaan" kita. yang betul adalah kualitas sujud kita harus membekas di hati kita dan tidak harus pada dahi kita, bekas dari sujud kita dihati adalah sifat tawaduk yang disertai perbuatan yg tawaduk pula, perwujudannya adalah perbuatan tanpa pamrih dalam berbuat baik dan sedikit bicara (sepi ing pamrih rame ing gawe).
Nah kembali ke pendapat sunan Kalijogo bahwa kelinuwihan yang bertujuan kesejatian diibaratkan daun yg terbawa arus sungai tapi tidak hanyut karena bisa mengendalikan diri hingga menuju lautan tanpa batas, itulah diri yg sejati yg di akui olehNya, yg ikhlas tanpa beban, karena segala kelinuwihan kita walaupun sedikit apabila kita labuh labetkan pada Allah maka kelinuwihan kita menjadi tak terhingga, ibarat angka berapapun dibagi nol akan menjadi tak terhingga, angka adalah kelebihan kita sedangkan ikhlas di ibaratkan angka nol.
Sunan Geseng berpendapat bahwa kesejatian kita hendaknya berkelinuwihan atau segala kelebihan kita buah dari hasil kesejatian kita hendaknya didermakan untuk orang banyak sehingga menjadi sangat bermanfaat (tapa ngrame), buat apa kita mencapai tingkat spiritualitas tinggi tapi cuman bisa berteori tanpa kerja nyata? tentu saja mubazir bukan? hendaknya para alim ulama atau pemuka agama tidak hanya bisa berteori dan perbuatannya sedikit (ulama tidur), tapi dituntut untuk memberi sumbangan besar dibidang keilmuan tentu saja dengan cara yg baik dan sopan tanpa menghujat pihak lain yg berbeda pendapat atau berseberangan.
Tapi bagi Sunan Geseng, kelinuwihan adalah hanya bonus dari kesejatian sejati, tanpa mengharap kepadaNya, tapi apabila kita diberi "bonus" tersebut maka wajib diamalkan kepada orang lain tanpa pamrih (tapa ngrame, sepi ing pamrih rame ing gawe). Bahkan tidak hanya bonus dari kesejatian sejati kita,segala kelebihan kita walaupun sedikit wajib didermakan dan diamalkan.Dari pendapat kedua kekasih Allah tsb terkesan berbeda, namun pada hakekatnya memiliki esensi yg sama. Mari kita coba tarik benang merah kedua pendapat tsb.
Pendapat Sunan Kalijogo bahwa segala kelinuwihan (harta, ilmu, pangkat, kesaktian) harus bermuara ke kesejatian diri sejati, ketika sampai pada kesejatian sejati maka kita diberi bonus olehNya berupa kelinuwihan lautan tanpa batas (tak terhingga) disambung pendapat Sunan Geseng, bahwa segala "bonus" dari yg maha kuasa hendaknya didermakan dan diamalkan kepada orang lain satria pinandhita tapa ngrame sepi ing pamrih rame ing gawe.
Apakah kita bisa meneladani kedua kekasih Allah tersebut?
[http://margi-rekaos.blogspot.com]
trimakasih sudah menyebarkan virus dlingo
BalasHapusilmu pensaksian tingkat tinggi hehe...
BalasHapusMatur sembah nuwun ugi dumateng Raka Mas Koetot lan Mas Bagus Ireng ing pundi kemawon. Sejarah nuwuhaken ngelmu kahuripan, ngelmu kahuripan nuwuhaken ngelmi sejati, ngelmi sejati nuwuhaken ngelmi kaseksen jati, ngelmi kaseksen jati nuwuhaken para Mukmin Sejati lan para Waliyullah Al Jawi ing Bumi Nusantara kinasih punika, ingkang ninggalaken amanah suci lan wasiat budaya utami dumatheng kita sedaya, para generasi penerus sejarah perjuangan para leluhur kita sami.
BalasHapusMatur sembah nuwun.
mugi2 winihipun jatikluwih saged dipun deder supados ngrembaka........ngrembuyung......
BalasHapus