Jujur, Jajar lan Jejer Manembah Gusti Ilahi

Duk Djaman Semono, Kandjeng Edjang Boeyoet Ing Klero nate paring wewarah,".. Djoedjoer Lahir Bathin Berboedi Bowo Leksono Adedhasar Loehoering Agomo, Djedjer Welas Asih Sasamoning Titah Adedhasar Jiwo Kaoetaman Lan Roso Kamanoengsan, Lan Djadjar Manoenggal Wajibing Patrap Bebrayan Agoeng Adedhasar Endahing Tepo Salira Manembah Ngarsaning Goesti Allah Ingkang Moho Toenggal, Ngrenggo Tjiptaning Koesoema Djati Rila Adedharma Mrih Loehoering Bongso, Agomo, Boedoyo, Lan Sasamining Titahing Gesang Ing Ngalam Donya, Ikoe Lakoening Moekmin Sadjati.." [Wewaler KRT. Hasan Midaryo,1999]

Senin, 22 Maret 2010

Inilah Sahabatnya Eyang Kakung Hasan Midaryo di Kalasan?

Bagiku, Eyang Kakung Adalah Pahlawan & Idolaku!



Mungkin tidak semua orang mengerti, memahami dan menghargai apa yang sedang aku upayakan untuk memonumentalisasikan sejarah para Pepundhenku, bagi no problem, its oke? Bagaimanapun Eyang Kakungku adalah seorang Pejuang Bangsa ketika melawan Belanda, jepang, kemudian NICA hingga masa Geger Gestapu, Beliau selalu berjuang dan berdharma bhakti memenuhi panggilan tugas dan kewajiban sebagai putera bangsa, ada medali bintang Prajaksa, namun sayang sekarang hilang entah kemana?

Ada beberapa kisah samar tentang penugasan Beliau dari di Prambanan, Wonosari, Paku Alaman, Kepatihan, hingga ke Bumi Ruwa Juray Lampung yang mempertemukan Beliau dengan Eyang Putri di daerah Pring Sewu Lampung? Selain Beliau juga pernah menjabat sebagai Camat beberapa kali di daerah Kulon Progo? Kemudian menjalani masa sepuh sebagai pensiunan Camat di Kalasan, Candi Sari, Sleman.

Terkadang Beliau menikmati waktu luang untuk melukis dengan media konte, atau merawat koleksi burung-burung peliharaan, atau bermain akting dalam Paguyuban Seni Tradisional Kethoprak di beberapa tempat, terkadang membaca Tembang Macapat bersama sesama sahabat atau anak buah semasa bergabung di Brigade VII di zaman Pendudukan Belanda di Kota Jogjakarta?

begitu banyak kisah misteri dalam kesejarahan Eyang Kakung Hasan Midaryo, bahwa semasa kecil beliau harus menempuh perjalanan kaki dari Klero Prambanan hingga ke Krathon Surakarta Solo untuk sekolah di lingkungan para priyayi. Bahkan, ada kisah Eyang Kakung pernah melarikan diri dari lingkungan Krathon Mangkunegaran karena ada seorang Putri Raja yang jatuh cinta kepada Beliau. Karena merasa rendah diri dan perbedaan derajat sosial maka Eyang Kakung kemudian dikisahkan sempat menghilang mengasingkan diri. Atau kisah bahwa Eyang kakung semasa remajanya juga pernah diangkat sebagai anak angkat seorang pembesar Paku Alam dan tinggal di lingkungan para bangsawan Puro Paku Alaman hingga menuntut pendidikan kemiliteran.

Entah misteri apa lagi yang tersembunyi..
Aku ingin mengetahuinya, walau rasanya mustahil tapi tak menyurutkan tekad hati ini. Kepribadian Eyang Kakung demikian Aristokrat, Flamboyan, Pendiam, Berhati-hati dan Misterius. Masya Allah, mengenal jati diri Mbah Kakung adalah anugerah agung dari Gusti Allah bagiku! Mbah Kakung dan Mbah Putri telah mewariskan DNA Darah Terindah!

Aku kangeeeeeeeeen senyuman khas Mbah Kakung dikala duduk berdua mesra dengan Mbah Putri, minum teh berdua, nonton televisi berdua, masak di dapur berdua, its always make me feel so jealously hehehe You are Great true Love, Grand Fa? We Love You..

Limo papat rebo senen
menawi lepat njih nyuwun ngapunten

Saking pengagume Eyang Kalasan
Matur nuwun..

Ismu Daly

Mengapa Sejarah Hidup Eyang Kakung Hasan Midaryo Kalasan Begitu Penuh Misteri?



Eyang Kakung mohon beri petunjuk..

Kemana Perginya Semua Dokumen Sejarah & Karya Eyang Kakung Hasan Kalasan?


Duh Gusti Allah Ingkang Maha Adil, sekiranya hamba memulai catatan ini dengan sebuah susunan kalimat kesedihan dibalik gelora kerinduan dan kekaguman bathin yang takkan sirna dalam aliran DNA darah kami, kenangan indah dan kesan mendalam tentang Pepundhen kami, yakni Kanjeng Eyang kakung KRT. Hasan Midaryo dan Kanjeng Eyang Putri RA. Siti Dariyah di Kalasan yang berpulang ke HadiratMu, Ya Rabb?

Sungguh teramat sangat memprihatinkan dan sedih bila setelah Pepundhen Kalasan sedha, kami merasa kesulitan untuk menemukan sedikit saja bukti otentikasi dokumen sejarah hidup, karya, pusaka, bintang penghargaan, foto-foto dokumentasi, atau catatan apa saja yang sekiranya bisa dijadikan petunjuk untuk menyusun riwayat sejarah hidup Eyang Kakung dan Eyang Putri Kalasan kami yang tercinta? Kog angeeeel temenanan tha yooh..?

Satu permohonan kepada para saudara kinasih yang mungkin mengetahui, mengerti dan punya kenangan pula dengan Eyang Kalasan?, kami mohon dukungan informasi dan bantuan rujukan data, manuskrip, karya, dokumentasi dalam bentuk apapun? Sekiranya sebagai modal bagi penyusunan riwayat hidup beliau dan para leluhurnya.

Bagi yang berkenan menolong kami, dapat berinteraksi melalui email : nogotopo@yahoo.com
Atau bergabung di media Face Book melaui id :
Ismu Daly & sibling link terkait?

Apa yang ingin kami upayakan bukan untuk kami, namun untuk generasi penerus Trah KRT. Hasan Midaryo yang belum terlahir. Agar kami dan penerus kami menghormati segenap cita-cita, impian, harapan dan perjuangan hidup dalam bingkai catatan sejarah para pendahulu kami, agar hidup ini dipersembahkan untuk Keluhuran dan Kemuliaan. Itu saja. Beneran njiih.? bantu kami, njiih..? Ditunggu pastinya..

Matur nuwun sanget..

Ismu Daly

Raden Patah Sulthan Demak Bintara I

Kanjeng Sultan Maulana Abdul Fatah Syah Alam Akbar Jiem Boen Ningrat
Ingkang Jumeneng Ing Kasultanan Demak Bintoro Kaping I
[1475-1518]


Raden Patah [1475—1518] adalah pendiri dan sultan pertama Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1500-1518. Pada masanya Masjid Demak didirikan, dan kemudian ia dimakamkan di sana.

“Saya adalah ulama asing yang datang ke Pulau Jawa. Hanya sementara waktu saja saya memimpin masyarakat Islam Jawa berkat ijin Sang Prabu (Raja Majapahit). Berbeda dengan kamu. Kamu orang Jawa tulen, turun-temurun orang Jawa yang memiliki Pulau Jawa.”

Kata-kata Kanjeng Sunan Ampel Denta [Sesepuh Dewan Wali Songo] telah menjadi perangsang kepada Raden Patah yang kemudiannya telah menegakkan kerajaan Demak, yaitu kerajaan Islam yang pertama di Jawa. Raden Patah telah memainkan peranan yang amat penting dalam pengislaman orang-orang di Jawa dan timur Nusantara.

Dengan berdirinya kerajaan Islam Demak dan penaklukannya atas kerajaan Hindu Majapahit serta pengusiran tentara Portugis dari Jawa Barat, jalan pengislaman Jawa menjadi terbuka lebar. Pembangunan kerajaan Islam Demak merupakan satu titik peralihan dalam sejarah Jawa dan timur Nusantara.

Sebagai negara adi daya di kawasan Asia Tenggara, Kraton Demak Bintoro aktif melakukan konsolidasi dan diplomasi. Duta Besar Kraton Demak Bintoro ditempatkan di negara-negara Islam. Misalnya saja Negeri Johor, Negeri Pasai, Negeri Gujarat, Negeri Turki, Negeri Parsi, Negeri Arab dan Negeri Mesir. Sesama Negeri Islam itu memang terjadi solidaritas keagamaan. Para pelajar dari Demak Bintoro juga dikirim untuk belajar ke berbagai negeri sahabat tersebut.

Saat itu Kraton Demak Bintoro memang muncul sebagai Kraton maritim Islam yang makmur, lincah, berilmu, kosmopolit dan agamis. Buku Babad Demak Babad Perkembangan Islam di Tanah Jawa ini memberi penjelasan yang sistematis dan komprehensif mengenai peranan Kraton Demak Bintoro di panggung babad nasional, regional dan internasional.

Sukses gemilang Kraton Demak Bintoro dalam menjalankan visi dan misinya, akan membangkitkan rasa harga diri dan jati diri bangsa. Jaman keemasan masa lalu adalah modal hari ini untuk membuat proyeksi kejayaan masa depan.

Asal-Usul Raden Patah

Terdapat berbagai versi tentang asal-usul pendiri Kesultanan Demak. Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad) dari seorang selir Cina. Karena Ratu Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, Brawijaya terpaksa memberikan selir Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah, putri Cina dinikahi Arya Damar, melahirkan Raden Kusen.

Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, nama asli Raden Patah adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) raja Majapahit (versi Pararaton) dari selir Cina. Kemudian selir Cina diberikan kepada seorang peranakan Cina bernama Swan Liong di Palembang. Dari perkawinan kedua itu lahir Kin San. Kronik Cina ini memberitakan tahun kelahiran Jin Bun adalah 1455. Mungkin Raden Patah lahir saat Bhre Kertabhumi belum menjadi raja (memerintah tahun 1474-1478).

Menurut Purwaka Caruban Nagari, nama asli selir Cina adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Syaikh Bantong yang menjadi ulama di daerah Karawang.

Menurut Sejarah Banten, Pendiri Demak bernama Cu Cu, putra mantan perdana menteri Cina yang pindah ke Jawa. Cu Cu mengabdi ke Majapahit dan berjasa menumpas pemberontakan Arya Dilah bupati Palembang. Berita ini cukup aneh karena dalam Babad Tanah Jawi, Arya Dilah adalah nama lain Arya Damar, ayah angkat Raden Patah sendiri. Selanjutnya, atas jasa-jasanya, Cu Cu menjadi menantu raja Majapahit dan dijadikan bupati Demak bergelar Arya Sumangsang.

Menurut Suma Oriental karya Tome Pires, pendiri Demak bernama Pate Rodin, cucu seorang masyarakat kelas rendah di Gresik.

Meskipun terdapat berbagai versi, namun terlihat kalau pendiri Kesultanan Demak memiliki hubungan dengan Majapahit, Cina, Gresik, dan Palembang.

Raden Patah Mendirikan Demak

Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah menolak menggantikan Arya Damar menjadi bupati Palembang. Ia kabur ke pulau Jawa ditemani Raden Kusen. Sesampainya di Jawa, keduanya berguru pada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah pesantren.

Makin lama Pesantren Glagah wangi semakin maju. Brawijaya di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah.

Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagah Wangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.

Menurut kronik Cina, Jin Bun pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475.

Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo.
Kurang lebih 6 (enam) abad silam, berdasarkan letak geografisnya, kawasan yang bernama Demak ternyata tidak terletak di pedalaman yang jaraknya lebih kurang 30 km dari bibir laut Jawa seperti sekarang ini. Kawasan tersebut pada waktu itu berada di dekat Sungai Tuntang yang sumbernya berasal dari Rawa Pening. Geografi kesejarahan mengenai kawasan Demak dapat pula dibaca di buku Dames, yang berjudul “The Soil of East Central Java” (1955).

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Demak dahulu terletak di tepi laut, atau lebih tepatnya berada di tepi Selat Silugangga yang memisahkan Pulau Muria dengan Jawa Tengah.

Mengenai ekologi Demak, DR.H.J. De Graaf juga menulis bahwa letak Demak cukup menguntungkan bagi kegiatan perdagangan maupun pertanian. Hal ini disebabkan karena selat yang ada di depannya cukup lebar sehingga perahu dari Semarang yang akan menuju Rembang dapat berlayar dengan bebas melalui Demak. Namun setelah abad XVII Selat Muria tidak dapat dipakai lagi sepanjang tahun karena pendangkalan.

Tanggal 28 Maret 1503 ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Demak. Hal ini merujuk pada peristiwa penobatan Raden Patah menjadi Sultan Bintoro yang jatuh pada tanggal 12 Rabiulawal atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka (dikonversikan menjadi 28 Maret 1503).Dalam Babat Tanah Jawi, tempat yang bernama Demak berawal dari Raden Patah diperintahkan oleh sang guru, yakni Sunan Ampel agar merantau ke Barat dan bermukim di sebuah tempat yang terlindung hutan/tanaman Gelagah Wangi letaknya berada di Muara Sungai Tuntang yang sumbernya berada di lereng Gunung Merbabu (Rawa Pening).

Menurut Prof. Soetjipto Wirjosoeprapto, setelah hutan Gelagah Wangi ditebang dan didirikan tetrukan (pemukiman), baru muncul nama Bintoro yang berasal dari kata bethoro (bukit suci bagi penganut agama hindu). Pada kawasan yang berada di sekitar muara Sungai Tuntang, bukit sucinya adalah Gunung Bethoro (Prawoto) yang sekarang masuk daerah Kabupaten Pati.

Menurut beberapa sumber lain menyebutkan bahwa nama bintoro diambil dari nama pohon Bintoro yang dulu banyak tumbuh di sekitar hutan Gelagah Wangi. Ciri-ciri pohon Bintoro mulai dari batang, daun dan bunganya mirip dengan pohon kamboja (apocynaceae), hanya saja buahnya agak menonjol seperti buah apel.

Ada beberapa pendapat mengenai asal nama kota Demak, diantaranya :

Prof. DR. Hamka menafsirkan kata Demak berasal dari bahasa Arab “dama” yang artinya mata air. Selanjutnya penulis Sholihin Salam juga menjelaskan bahwa Demak berasal dari bahasa Arab diambil dari kata “dzimaa in” yang berarti sesuatu yang mengandung air (rawa-rawa). Suatu kenyataan bahwa daerah Demak memang banyak mengandung air; Karena banyaknya rawa dan tanah payau sehingga banyak tebat (kolam) atau sebangsa telaga tempat air tertampung. Catatan : kata delamak dari bahasa Sansekerta berarti rawa.

Menurut Prof. Slamet Mulyono, Demak berasal dari bahasa Jawa Kuno “damak”, yang berarti anugerah. Bumi Bintoro saat itu oleh Prabu Kertabhumi Brawijaya V dianugerahkan kepada putranya R. Patah atas bumi bekas hutan Gelagah Wangi. Dasar etimologisnya adalah Kitab Kekawin Ramayana yang berbunyi “Wineh Demak Kapwo Yotho Karamanyo”.

Berasal dari bahasa Arab “dummu” yang berarti air mata. Hal ini diibaratkan sebagai kesusahpayahan para muslim dan mubaligh dalam menyiarkan dan mengembangkan agama islam saat itu. Sehingga para mubaligh dan juru dakwah harus banyak prihatin, tekun dan selalu menangis (munajat) kepada Allah SWT memohon pertolongan dan perlindungan serta kekuatan.

Demak merupakan Kasultanan ketiga di Nusantara atau keempat di Asia Tenggara. Ibukotanya Demak yang sekaligus digunakan sebagai pusat pemerintahan dan pusat penyebaran agama Islam yang diprakarsai oleh para Wali (Wali Songo). Ketika orang Portugis datang ke Nusantara, Majapahit yang agung sudah tidak ada lagi.

Menurut catatan pada tahun 1515 Kasultanan Bintoro sudah memiliki wilayah yang luas dari kawasan induknya ke barat hingga Cirebon. Pengaruh Demak terus meluas hingga meliputi Aceh yang dipelopori oleh Syeh Maulana Ishak (Ayah Sunan Giri). Kemudian Palembang, Jambi, Bangka yang dipelopori Adipati Aryo Damar (Ayah Tiri Raden Patah) yang berkedudukan di Palembang; dan beberapa daerah di Kalimantan Selatan, Kotawaringin (Kalimantan Tengah).

Menurut hikayat Banjar diceritakan bahwa masyarakat Banjar dulu yang meng-islam-kan adalah penghulu Demak (Bintoro) dan yang pertama kali di-islam-kan adalah Pangeran Natas Angin yang kelak dimakamkan di Komplek Pemakaman Masjid Agung Demak. Di daerah Nusa Tenggara Barat perkembangan agama Islam dipelopori oleh Pangeran Giri Prapen dan Sayid Ali Murtadho, adik kandung Sunan Ampel yang berkedudukan di Pulau Bima.

Pada masa Kasultanan Demak diperintah oleh Sultan Trenggono, wilayah nusantara benar-benar dapat dipersatukan kembali. Terlebih lagi dengan adanya Fatahillah, Putera Mahkota Sultan Samodera Pasai yang menjadi menantu Raden Patah. Dialah yang berhasil mengusir orang-orang Portugis dari kota Banten dan berhasil menyatukan kerajaan Pasundan yang sudah rapuh.

Dengan demikian seluruh pantai utara Jawa Barat sampai Panarukan Jawa Timur (1525-1526) dikuasai oleh Kasultanan Bintoro. Sementara itu Kediri takluk pada tahun 1527 yang berturut-turut kemudian diikuti oleh kawasan yang ada di pedalaman. Sampai akhirnya Blambangan yang letaknya berada di pojok tenggara Jawa Timur menyerah tahun 1546. Disinilah Sultan Trenggono gugur di medan pertempuran ketika berhadapan dengan Prabu Udoro (Brawijaya VII).

Perang Demak dan Majapahit

Perang antara Demak dan Majapahit diberitakan dalam naskah babad dan serat, terutama Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Dikisahkan, Sunan Ampel melarang Raden Patah memberontak pada Majapahit karena meskipun berbeda agama, Brawijaya tetaplah ayah Raden Patah. Namun sepeninggal Sunan Ampel, Raden Patah tetap menyerang Majapahit. Brawijaya moksa dalam serangan itu. Untuk menetralisasi pengaruh agama lama, Sunan Giri menduduki takhta Majapahit selama 40 hari.

Kronik Cina dari kuil Sam Po Kong juga memberitakan adanya perang antara Jin Bun melawan Kung-ta-bu-mi tahun 1478. Perang terjadi setelah kematian Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel). Jin Bun menggempur ibu kota Majapahit. Kung-ta-bu-mi alias Bhre Kertabhumi ditangkap dan dipindahkan ke Demak secara hormat. Sejak itu, Majapahit menjadi bawahan Demak dengan dipimpin seorang Cina muslim bernama Nyoo Lay Wa sebagai bupati.

Pada tahun 1485 Nyoo Lay Wa mati karena pemberontakan kaum pribumi. Maka, Jin Bun mengangkat seorang pribumi sebagai bupati baru bernama Pa-bu-ta-la, yang juga menantu Kung-ta-bu-mi.

Tokoh Pa-bu-ta-la ini identik dengan Prabu Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya yang menerbitkan prasasti Jiyu tahun 1486 dan mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri.

Selain itu, Dyah Ranawijaya juga mengeluarkan prasasti Petak yang berkisah tentang perang melawan Majapahit. Berita ini melahirkan pendapat kalau Majapahit runtuh tahun 1478 bukan karena serangan Demak, melainkan karena serangan keluarga Girindrawardhana.

Pemerintahan Raden Patah

Apakah Raden Patah pernah menyerang Majapahit atau tidak, yang jelas ia adalah raja pertama Kesultanan Demak. Menurut Babad Tanah Jawi, ia bergelar Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama, sedangkan menurut Serat Pranitiradya, bergelar Sultan Syah Alam Akbar.

Nama Patah sendiri berasal dari kata al-Fatah, yang artinya “Sang Pembuka”, karena ia memang pembuka kerajaan Islam pertama di pulau Jawa.

Pada tahun 1479 ia meresmikan Masjid Agung Demak sebagi pusat pemerintahan. Ia juga memperkenalkan pemakaian Salokantara sebagai kitab undang-undang kerajaan. Kepada umat beragama lain, sikap Raden Patah sangat toleran. Kuil Sam Po Kong di Semarang tidak dipaksa kembali menjadi masjid, sebagaimana dulu saat didirikan oleh Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam.

Raden Patah juga tidak mau memerangi umat Hindu dan Buddha sebagaimana wasiat Sunan Ampel, gurunya. Meskipun naskah babad dan serat memberitakan ia menyerang Majapahit, hal itu dilatarbelakangi persaingan politik memperebutkan kekuasaan pulau Jawa, bukan karena sentimen agama. Lagi pula, naskah babad dan serat juga memberitakan kalau pihak Majapahit lebih dulu menyerang Giri Kedaton, sekutu Demak di Gresik.

Tome Pires dalam Suma Oriental memberitakan pada tahun 1507 Pate Rodin alias Raden Patah meresmikan Masjid Agung Demak yang baru diperbaiki. Lalu pada tahun 1512 menantunya yang bernama Pate Unus bupati Jepara menyerang Portugis di Malaka.

Tokoh Pate Unus ini identik dengan Yat Sun dalam kronik Cina yang diberitakan menyerang bangsa asing di Moa-lok-sa tahun 1512. Perbedaannya ialah, Pate Unus adalah menantu Pate Rodin, sedangkan Yat Sun adalah putra Jin Bun. Kedua berita, baik dari sumber Portugis ataupun sumber Cina, sama-sama menyebutkan armada Demak hancur dalam pertempuran ini.

Menurut kronik Cina, Jin Bun alias Raden Patah meninggal dunia tahun 1518 dalam usia 63 tahun. Ia digantikan Yat Sun sebagai raja selanjutnya, yang dalam Babad Tanah Jawi bergelar Pangeran Sabrang Lor.

Keturunan Raden Patah

Menurut naskah babad dan serat, Raden Patah memiliki tiga orang istri. Yang pertama adalah putri Sunan Ampel, menjadi permaisuri utama, melahirkan Raden Surya Pamekas dan Raden Trenggana. Raden Trenggana adalah putra Raden Patah yang kemudian naik takhta menjadi Sulthan Demak ke-3 bergelar Kanjeng Sultan Trenggana.

Istri yang kedua seorang putri dari Randu Sanga, melahirkan Raden Kanduruwan. Raden Kanduruwan ini pada pemerintahan Sultan Trenggana berjasa menaklukkan Sumenep.

Istri yang ketiga adalah putri bupati Jipang, melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyawa. Ketika Pangeran Sabrang Lor meninggal tahun 1521, Raden Kikin dan Raden Trenggana bersaing memperebutkan takhta. Raden Kikin akhirnya mati dibunuh putra sulung Raden Trenggana yang bernama Raden Mukmin alias Sunan Prawata, di tepi sungai. Oleh karena itu, Raden Kikin pun dijuluki Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya bunga yang gugur di sungai.

Kronik Cina hanya menyebutkan dua orang putra Jin Bun saja, yaitu Yat Sun dan Tung-ka-lo, yang masing-masing identik dengan Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggana.

Suma Oriental menyebut Pate Rodin memiliki putra yang juga bernama Pate Rodin, dan menantu bernama Pate Unus. Berita versi Portugis ini menyebut Pate Rodin Yunior lebih tua usianya dari pada Pate Unus. Dengan kata lain Sultan Trenggana disebut sebagai kakak ipar Pangeran Sabrang Lor.

Tampilnya Raden Patah dalam panggung politik di Kraton Demak Bintoro, telah mengubah fenomena ideologi dan keagamaan di tanah Jawa pada khususnya dan kawasan nusantara pada umumnya.

Dengan dukungan penuh dari wali sanga, Raden Patah berusaha melakukan dakwah Islamiyah dengan pendekatan struktural dan kultural. Sebagai pelopor kerajaan Islam, Kraton Demak Bintoro menjadi pusat penyebaran agama. Masjid Agung Demak merupakan peninggalan kuno yang hingga kini tetap memberi inspirasi bagi alim ulama dan seluruh ummat Islam dalam menjalankan syiar keagamaan dengan berbasis akulturasi budaya.

Dari segi genealogis, Raden Patah adalah putra Prabu Brawijaya dari kerajaan Majapahit yang mempunyai hak untuk melanjutkan tahta orang tuanya. Dengan posisi yang sangat kuat itu, wali sanga beserta para penyebar agama Islam mendapat pengayoman dan perlindungan. Metode syiar keagamaan yang didasari oleh ilmu pengetahuan serta kokohnya basis ekonomi dan didukung oleh kekuasaan, mempercepat keberhasilan dakwah Islamiyah di tanah Jawa. Terbukti hampir di seluruh tanah Jawa, masyarakatnya memeluk agama Islam.

Di lingkungan perkotaan, pedesaan dan pegunungan, hingga saat ini sebagian besar penduduknya beragama Islam. Ini semua adalah jasa Raden Patah beserta wali sanga. Buku yang berjudul Sejarah Raden Patah ini memberi deskripsi secara sistematis, integral dan komprehensif tentang asal-usul, kiprah dan kontribusi kerajaan Demak Bintoro dalam lintasan sejarah dunia.

Diterangkan pula strategi diplomasi kenegaraan kerajaan Demak dengan negeri-negeri di Asia Tenggara, Asia Selatan dan Asia Barat. Sungguh merupakan pengalaman historis yang berharga buat cermin para pengambil keputusan yang berkaitan dengan aktivitas keagamaan dan diplomasi.

Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak merupakan masjid tertua di Pulau Jawa, didirikan Wali Sembilan atau Wali Songo. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak, berjarak + 26 km dari Kota Semarang, + 25 km dari Kabupaten Kudus, dan + 35 km dari Kabupaten Jepara.

Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Struktur bangunan masjid mempunyai nilai historis seni bangun arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik, mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak difungsikan sebagai tempat peribadatan dan ziarah.

Penampilan atap limas piramida masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang terdiri dari tiga bagian ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, bertuliskan “Condro Sengkolo”, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.

Raden Fattah bersama Wali Songo mendirikan Masjid Maha karya abadi yang karismatik ini dengan memberi prasasti bergambar bulus. Ini merupakan Condro Sengkolo Memet, dengan arti Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri dari kepala yang berarti angka 1 ( satu ), kaki 4 berarti angka 4 ( empat ), badan bulus berarti angka 0 ( nol ), ekor bulus berarti angka 1 ( satu ). Bisa disimpulkan, Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.

Soko Majapahit , tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada Raden Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M.

Pawestren, merupakan bangunan yang khusus dibuat untuk sholat jama’ah wanita. Dibuat menggunakan konstruksi kayu jati, dengan bentuk atap limasan berupa sirap ( genteng dari kayu ) kayu jati. Bangunan ini ditopang 8 tiang penyangga, di mana 4 diantaranya berhias ukiran motif Majapahit. Luas lantai yang membujur ke kiblat berukuran 15 x 7,30 m. Pawestren ini dibuat pada zaman K.R.M.A.Arya Purbaningrat, tercermin dari bentuk dan motif ukiran Maksurah atau Kholwat yang menerakan tahun 1866 M.

Surya Majapahit , merupakan gambar hiasan segi 8 yang sangat populer pada masa Majapahit. Para ahli purbakala menafsirkan gambar ini sebagai lambang Kerajaan Majapahit. Surya Majapahit di Masjid Agung Demak dibuat pada tahun 1401 tahun Saka, atau 1479 M.

Maksurah , merupakan artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau yang memiliki nilai estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan ruang dalam masjid. Artefak Maksurah didalamnya berukirkan tulisan arab yang intinya memulyakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT. Prasasti di dalam Maksurah menyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di mana saat itu Adipati Demak dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.

Pintu Bledheg, pintu yang konon diyakini mampu menangkal petir ini merupakan ciptaan Ki Ageng Selo pada zaman Wali. Peninggalan ini merupakan prasasti “Condro Sengkolo” yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Hangsara Wani, bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.

Mihrab atau tempat pengimaman, didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan prasasti “Condro Sengkolo”. Prasasti ini memiliki arti“Sariro Sunyi Kiblating Gusti”, bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M (hasil perumusan Ijtihad). Di depan Mihrab sebelah kanan terdapat mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini dikenal dengan sebutan Dampar Kencono warisan dari Majapahit.

Dampar Kencana , benda arkeologi ini merupakan peninggalan Majapahit abad XV, sebagai hadiah untuk Raden Fattah Sultan Demak I dari ayahanda Prabu Brawijaya ke V Raden Kertabumi. Semenjak tahta Kasultanan Demak dipimpin Raden Trenggono 1521 – 1560 M, secara universal wilayah Nusantara menyatu dan masyhur, seolah mengulang kejayaan Patih Gajah Mada.

Soko Tatal/Soko Guru yang berjumlah 4 ini merupakan tiang utama penyangga kerangka atap masjid yang bersusun tiga. Masing-masing soko guru memiliki tinggi 1630 cm. Formasi tata letak empat soko guru dipancangkan pada empat penjuru mata angin. Yang berada di barat laut didirikan Sunan Bonang, di barat daya karya Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara buatan Sunan Ampel, dan yang berdiri di timur laut karya Sunan Kalijaga Demak. Masyarakat menamakan tiang buatan Sunan Kalijaga ini sebagai Soko Tatal.

Situs Kolam Wudlu . Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai tempat untuk berwudlu. Hingga sekarang situs kolam ini masih berada di tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan lagi.

Menara, bangunan sebagai tempat adzan ini didirikan dengan konstruksi baja. Pemilihan konstruksi baja sekaligus menjawab tuntutan modernisasi abad XX. Pembangunan menara diprakarsai para ulama, seperti KH. Abdurrohman (Penghulu Masjid Agung Demak), Raden Danoewijoto, H. Mohammad Taslim, H. Aboe Bakar, dan H. Moechsin.

Upacara Adat Grebek Besar di Demak

Demak merupakan kerajaan Islam pertama dipulau jawa dengan rajanya Raden Fatah. Disamping sebagai pusat pemerintahan, Demak sekaligus menjadi pusat penyebaran agama Islam dipulau Jawa. Bukti peninggalan sejarah masih berdiri dengan kokoh sampai sekarang, yaitu Masjid Agung Demak.

Penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dimulai pada abad XV dan dipelopori oleh Wali Sanga, bahkan salah satu wali tersebut bermukim sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di Kadilangu Demak, yaitu Sunan Kalijaga. Menurut cerita, Kadilangu semula adalah daerah perdikan sebagai anugrah dari Sultan Fatah kepada Sunan Kalijaga atas jasa-jasanya dalam mengembangkan agama Islam dan memajukan kerajaan Demak.

Berbagai upaya dilakukan oleh para Wali dalam menyebarluaskan agama Islam. Berbagai halangan dan rintangan menghadang, salah satu diantaranya adalah masih kuatnya pengaruh Hindu dan Budha pada masyarakat Demak pada waktu itu. Pada akhirnya agama Islam dapat diterima masyarakat melalui pendekatan pendekatan para Wali dengan jalan mengajarkan agama Islam melalui kebudayaan atau adat istiadat yang telah ada.

Setiap tanggal 10 Dzulhijah umat Islam memperingati Hari Raya Idul Adha dengan melaksanakan Sholat Ied dan dilanjutkan dengan penyembelihan hewan qurban. Pada waktu itu, dilingkungan Masjid Agung Demak diselenggarakan pula keramaian yang disisipi dengan syiar-syiar keagamaan, sebagai upaya penyebarluasaan agama Islam oleh Wali Sanga. Sampai saati ini kegiatan tersebut masih tetap berlangsung, bahkan ditumbuh kembangkan.

Prosesi Grebeg Besar Demak

1] Ziarah ke makam Sultan-Sultan Demak & Sunan Kalijaga

Grebeg Besar Demak diawali dengan pelaksanaan ziarah oleh Bupati, Muspida dan segenap pejabat dilingkungan Pemerintah Kabupaten Demak, masing-masing beserta istri/suami, ke makam Sultan-Sultan Demak dilingkungan Masjid agung Demak dan dilanjutkan dengan ziarah ke makam Sunan Kalijaga di Kadilangu. Kegiatan ziarah tersebut dilaksanakan pada jam 16.00 WIB; kurang lebih 10 (sepuluh) hari menjelang tanggal 10 Dzulhijah.

2] Pasar Malam Rakyat di Tembiring Jogo Indah

Untuk meramaikan perayaan Grebeg Besar di lapangan Tembiring Jogo Indah digelar pasar malam rakyat yang dimulai kurang lebih 10 (sepuluh) hari sebelum hari raya Idul Adha dan dibuka oleh Bupati Demak setelah ziarah ke makam Sultan-Sultan Demak dan Sunan Kalijaga.
Pasar malam tersebut dipenuhi dengan berbagai macam dagangan, mulai dari barang barang kebutuhan sehari-hari sampai dengan mainan anak, hasil kerajinan, makanan/minuman, permainan anak-anak dan juga panggung pertunjukkan /hiburan.

3] Selamatan Tumpeng Sanga

Selamatan Tumpeng Sanga dilaksanakan pada malam hari menjelang hari raya Idul Adha bertempat di Masjid Agung Demak. Sebelumnya kesembilan tumpeng terebut dibawa dari Pendopo Kabupaten Demak dengan diiringi ulama, para santri, beserta Muspida dan tamu undangan lainnya menuju ke Masjid Agung Demak. Tumpeng yang berjumlah sembilan tersebut melambangkan Wali Sanga. Selamatan ini dilaksanakan dengan harapan agar seluruh masyarakat Demak diberikan berkah keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat dari Allah SWT.

Acara selamatan tersebut diawali dengan pengajian umum diteruskan dengan pembacaan doa. Sesudah itu kepada para pengunjung dibagikan nasi bungkus. Pembagian nasi bungkus tersebut dimaksudkan agar para pengunjung tidak berebut tumpeng sanga. Sejak beberapa tahun terakhir tumpeng sanga tidak diberikan lagi kepada para pengunjung dan sebagai gantinya dibagikan nasi bungkus tersebut.

Pada saat yang sama di Kadilangu juga dilaksanakan kegiatan serupa, yaitu Selamatan Ancakan, selamatan terebut bertujuan untuk memohon berkah kepada Allah SWT agar sesepuh dan seluruh anggota Panitia penjamasan dapat melaksanakan tugas dengan lancar tanpa halangan suatu apapun juga serta untuk menghormati dan menjamu para tamu yang bersilaturahmi dengan sesepuh.

4] Slolat Ied

Pada tanggal 10 Dzulhijah Masjid Agung dipadati oleh umat Islam yang akan melaksanakan Sholat Ied, pada saat-saat seperti ini Masjid Agung Demak sudah tidak dapat lagi menampung para jamaah, karena penuh sesak dan melebar ke jalan raya, bahkan sebagian melaksanakan sholat di alun-alun. Pada kesempatan tersebut Bupati Demak beserta Muspida melaksanakan sholat di Masjid Agung Demak dan dilajutkan dengan penyerahan hewan qurban dari Bupati Demak kepada panitia.

5] Penjamasan Pusaka Peninggalan Sunan Kalijaga

Setelah selesai Sholat Ied di makam Sunan Kalijaga, Kadilangu, dilaksanakan penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga. Kedua pusaka tersebut adalah Kutang Ontokusuma dan Keris Kyai Crubuk. Konon Kutang Ontokusumo adalah berujud ageman yang dikiaskan pegangan santri yang dipakai sunan kalijaga setiap kali berdakwah.

Penjamasan pusaka-pusaka tersebut didasari oleh wasiat sunan kalijaga sebagai berikut””agemanku, besuk yen aku wis dikeparengake sowan engkang Maha Kuwaos, salehna neng duwur peturonku. Kajaba kuwi sawise uku kukut, agemanku jamas ana.” Dengan dilaksanakan penjamasan tersebut, diharapkan umat Islam dapat kembali ke fitrahnya dengan mawas diri/mensucikan diri serta meningkatkan iman dan taqwa Kepada Allah SWT.

Prosesi penjamasan tersebut diawali dari Pendopo Kabupaten Demak, dimana sebelumnya dipentaskan pagelaran tari Bedhoyo Tunggal Jiwo. Melambangkan “Manunggale kawula lan gusti”, yang dibawakan oleh 9 (sembilan) remaja putri. Dalam perjalanan ke Kadilangu minyak jamas dikawal oleh bhayangkara kerajaan Demak Bintoro “Prajurit Patangpuluhan” dan diiringi kesenian tradisional Demak. Bersamaan dengan itu Bupati beserta rombongan menuju Kadilangu dengan mengendarai kereta berkuda.

Penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga dilaksanakan oleh petugas dibawah pimpinan Sesepuh Kadilangu di dalam cungkup gedong makam Sunan Kalijaga Kalijaga. Sesepuh dan ahli waris percaya, bahwa ajaran agama Islam dari Rasulullah Muhammad SAW dan disebar luaskan oleh Sunan Kalijaga adalah benar.

Oleh karena itu penjamasan dilakukan dengan mata tertutup. Hal tersebut mengandung makna, bahwa penjamas tidak melihat dengan mata telanjang, tetapi melihat dengan mata hati. Artinya ahli waris sudah bertekad bulat untuk menjalankan ibadah dan mengamalkan agama Islam dengan sepenuh hati.

Dengan selesainya penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga tersebut, maka berakhir pulalah rangkaian acara Grebeg Besar Demak.

Kepustakaan

•Andjar Any. 1989. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
•Babad Majapahit dan Para Wali (Jilid 3). 1989. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
•Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
•H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
•M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
•Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
•Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
•Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS
•Yuliadi Soekardi. 2002. Nalusur Sejarahe Sunan Gunungjati. Dalam Majalah Panjebar Semangat Edisi 23-27. Surabaya.

Pranala:
• Wikipedia: Raden Patah.













Njeng Paman RM. Ikhsan Wirun Wiranto HM Ing Metro Lampung


I. Bebuka

Sedaya puja lan pamuji syukur kalamun kahaturaken dumateng Ngarsanipun Gusti Alloh Ingkang Moho Tunggal, bilih saking sedaya peparing rahmat agung, nikmatipun endahing Iman Islam ugi Ihsaning Muslim, ugi gelaring rizqi gesang tumrapipun tata lahir bathin kita. Mugi kitha sedaya kaparing kaslametan ageng datan nglampahi jejibahan gesang ing ngalam dunyo dumugi ing ngalam akaherat samangke kanthi jejimat Ridhaning Gusti Allahu Azza Wa Jalla ugi mugi payung Syafa'at Agengipun Guru Sajati kita, Kanjeng Nabi Sayidina Maulana Musthafa Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam.

Salajengipun, salam takzhim ugi sholawat kitha sami kahaturaken dumatheng ngarsanipun Kanjeng Nabi Sayidina Maulana Musthafa Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam. Mugi Syafa'atipun Kanjeng Rasulullah dadhos payung agung kaslametan amaliyah gesang kita datan hanetebi kawajiban kaimanan abdining Gusti Allahu Azza Wa Jalla, ugi daya kateguhan kitha datan hanetebi kawajiban amal ibadah ummat Islam nderek syariatipun Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam, mugi nenggih drajat agung Mukmin Sajati ingkang kaparing drajat agung Husnul Khatimah ing akhir hayat kitha samangke. Allahumma amiin Insya Allah..

Kanjeng Paman Raden Mas Mohammad Ikhsan Wirun Wiranto sayektos yoganipun Kanjeng Eyang Kakung Kalasan, Kanjeng Raden Tumenggung Hasan Midaryo lan Kanjeng Eyang Putri Kalasan, Nyai Siti Dariyah ingkang kaping gangsal, utawi putro Ragil. Panjenenganipun Kanjeng Paman, punika gadah asma alit "Ikhsan" utawi "Irun", mijil wonten ing tlatah Prambanan, Sleman, Ngayogyokarto. Piyambakipun satunggiling putronipun Kanjeng Eyang Kakung Hasan Midaryo Kalasan ingkang anggadahi tumetesing bakat ing olah kesenian, antawisipun : tata olah seni pencak silat, seni lukis, seni tata dekorasi lan ugi seni tari klasik Jawi. Samangsa taksih anemipun, Kanjeng Paman Ikhsan nate nderek Paguyuban Pagelaran Sendratari Ramayana ing Candi Prambanan. Salah satunggilipun dadhos Raden Hanoman wonteng ing gelar lakon "Hanoman Duto' lan lakon "Hanoman Obong".

Kanjeng Paman Ikhsan netebi wajib sekolah saking SD dumugi SMP wonten ing Prambanan lan ing Wonosari, rikala semanten Kanjeng Eyang Kakung Hasan Midaryo Kalasan taksih netebi tugasipun dadhos satunggiling Mantri Polisi ing jaman pendudukan Jepang dumugi jaman geger G.30 S/PKI antawis warsa 1966. Salajengipun, Kanjeng Paman Ikhsan netebi wajib sekolah SMA ing Kulon Progo rikolo Kanjeng Eyang Hasan Midaryo Kalasan netebi wajib dadhos Penewu utawi Camat ing Kecamatan Lendah, lajeng Camat ing Kecamatan Panjatan ngantos katugasaken pemerintah ing Pemda Kabupaten Kulon Progo ing kuto Wates.

Kanjeng Paman Ikhsan lan sedaya kadhang sepuhipun sami nderek pindah papan ing pundhi kemawon Eyang Kakung Hasan Midaryo Kalasan pikantuk tugas saking pemerintah, utawi saking Pepundhen Puro Paku Alaman, lan saking Ingkang Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono ngkang kaping IX ing Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat. Ngantos bakda tamat sekolah SMA, Kanjeng Paman Ikhsan kapurih nderek ngenger kaliyan Kadhang Wredhanipun, injih punika Kanjeng Bapa Gedhe Mohammad Slamet Sukamto ingkang kalenggahanipun wonten ing Tanjung Karang, Bandar Lampung padhos pedhamelan ing tlatah sabrang.

Ngantos pikantuk jodonipun ing tlatah Metro Lampung, salajengipun Kanjeng Paman Ikhsan anggarwa Kanjeng Bibi Siti Cholillah, satunggiling putri Datuk ing Bumi Ruwa Juray Lampung. Lajeng, saking garwanipun ingkang taksih asli darah Priyagung Nagri Lampung punika, Kanjeng Paman kapurih kaparing yoga keturunan ingkang sarwi bagus lan ayu ing rupa saking Rahmatipun Gusti Allahu Azza Wa Jalla, para yoga antawisipun :

[1] RM. Henky Putra Jasuma Manunggal,S.Fil

RM. Henky Putra Jasuma Manunggal sampun netebi wajib walimah kaliyan RR. Dessy,SE ugi saking tlatah Lampung ing wulan awal warsa 2010 punika.

RM. Henky saderengipun netebi wajib belajar sekolah saking SD, SMP dumugi SMA wonten ing tlatah Metro Lampung. Lajeng nerasaken wajib kuliah ing Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta. Ing Ngayogya, RM. Henky nderek Kanjeng Ibu Gedhenipun, injih punika Kanjeng Ibu Gedhe Raden Ajeng Sri Mulyatmi ing Dalem Gedong Kuning, Banguntapan Bantul, Yogyakarta.

[2] RM. Hendri, SE

Yoga ingkang kaping kalih punika ingkang netes bakat darah seninipun Kanjeng Paman Ikhsan. RM. Hendri sampun kawisudha Sarjana Ekonomi bakda tamat kuliah ing satunggiling Perguruan Tinggi ing tlatah Metro Lampung.

[3] RM. Hendika

Nembe netebi wajib belajar kuliah ing satunggiling Perguruan Tinggi ing tlatah Metro Lampung.

[4] RR. Annissa

Nembe netebi wajib belajar SMP ing tlatah Metro Lampung.

[5] RR. Sarry

Nembe netebi wajib belajar SD ing tlatah Metro Lampung.

Kanjeng Paman Ikhsan sakaluwarga griya kalenggahanipun wonten ing tlatah Bantul 15C, Metro Lampung. Wusana ing bebrayanan kaliyan masyarakat, Kanjeng Paman Ikhsan kapurih pinilih dadhos satunggiling Kepala Rukun Tetangga, ugi pinilih dadhos salah satunggiling Sesepuh Paguyuban Masyarakat lan Sesepuh ing Pengajian Warga Kampung.

Kanjeng Paman Ikhsan ugi dadhos Juru Kunci Sasanalaya Kanjeng Eyang Buyut Trah Ki Ageng Somongari-VIII ingkang gadah asma Kanjeng Kyai Wedana Sumo Marto ingkang nate sumare ing Metro Lampung rikala Jaman Jepang, utawi makam petilasanipun tiyang sepuhipun Kanjeng Eyang Putri Siti Dariyah Kalasan. Hananging saking panyuwun sedaya Pinisepuh ugi Brayat Ageng Trah Ki Ageng Somongari-I kapurih siti makamipun kaputer giling saking Sasanalaya Metro Lampung tumuju ing Sasanalaya Trah Kanjeng Pangeran Kedhana-Kedhini wonten ing tlatah Somongari, Kali Gesing, Purworejo, Jawa Tengah.


II. Sanad Silsilah Trah Saking Bapa


Supadhos pangeling-eling lakunipun sejarah, ugi sinaoso kangge dedhasar wasilah silaturahim sedaya brayat ageng Trah Kanjeng Panembahan Wongsopati ing Klero, dumugi Trah Kyai Karto Dreyan ing tlatah Sumber Harjo Prambanan, tuwin dumugi Trah Kanjeng Eyang KRT. Hasan Midaryo ing Kalasan, Sleman, Ngayogyokarto. Menawi dipun urut malih, bilih kanjeng Eyang KRT. Hasan Midaryo ing Kalasan kapurih tedhak turun Trah Kanjeng Panembahan Wongsopati ingkang kaping X.

Mugi-mugi, sanad silsilah punika handadhosaken tambahing daya raos rinaketing pasederekan sedaya saderek ing Lampung ugi ing tanah Jawi, dumugi akhir zaman. Trahing kusuma rembesing madu lamun rahmatipun Gusti Allah Ingkang Moho Agung, sanes patrap pamer kadrajatan hananging dhasar kitha nerasaken sadaya pangajabipun para leluhur lan pepundhen ingkang sampun nilaraken amanah suci dumatheng para trah darahipun supadhos saged dadhos brayat ageng Mukmin ingkang sajati. Insya Allah..

Punika sanad silsilahipun Kanjeng Paman Raden Mas Mohammad Ikhsan Wirun Wiranto Bin Kanjeng Raden Tumenggung Hasan Midaryo ingkang kalenggahanipun wonten ing Bantul 15C, Metro Lampung, kapurih kabadar saking trah darah kanjeng Bapanipun, injih punika :

Raden Mas Mohammad Ikhsan Wirun Wiranto
Bin
Raden Mas Bagus Ahmad Saniyo
utawi Kanjeng Raden Tumenggung Hasan Midaryo ing Kalasan,
utawi Kanjeng Kyai Wongsopati-X ing Kalasan
[mijil ing Prambanan,1921 lan sedha ing Kalasan,30 Maret 2004 M lajeng sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero Prambanan]
Bin
Kanjeng Kyai Karto Sentono,
utawi Kanjeng Kyai Mpu Wongso Pati-IX ing Klero,
[sedha ing Klero antawis warsa 1965 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Karto Dreyo,
utawi Kanjeng Kyai Mpu Wongso Pati-VIII ing Kentheng
[sedha ing Klero antawis warsa 1943 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Wirono Redjo,
utawi Kanjeng Kyai Mpu Wongso Pati-VII ing Klero,
[sedha ing Klero antawis warsa 1885 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Djoyo Wirono,
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongso Pati-VI ing Klero,
[sedha ing Klero antawis warsa 1840 lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Bongso Wirono,
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongso Pati-V ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1805 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Suto Wirono
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongsopati-IV ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1775 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Suto Menggolo,
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongsopati-III ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1740 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Panembahan Rekso Pati,
utawi Kanjeng Panembahan Wongso Pati-II ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1709 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Panembahan Wongso Pati-I ing Klero,
[sedha ing warsa 1680 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]

Bin
Kanjeng Gusti Adipati Toh Pati ing Tulung,
[sedha ing warsa 1645 M lan sumare ing Sasanalaya Tulung]
Bin
Ki Ageng Karang Lo
utawi Raden Mas Prawiro Wongso Kusumo,
[sedha ing warsa 1600 M lan sumare ing Sasanalaya Taji Prambanan]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Tedjo Kusumo
utawi Kanjeng Panembahan Jogorogo ing Ponorogo,
[sedha ing warsa 1565 M lan sumare ing Sasanalaya Jogorogo Ponorogo]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Maulana Abdullah Al Idrus
utawi Kanjeng Pangeran Harya Pamungkas Sabrang Lor-II,
[sedha syahid ing ngalogo warsa 1528 M lan sumare ing Pulau Besar Malaka, Selangor, Malaysia]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Maulana Abdul Qadir Al Idrus
utawi Adipati Unus Sabrang Lor-I,
[mijil ing Japara warsa 1480 lan sedha syahid ing ngalogo warsa 1521, lajeng sumare ing Pulau Besar Malaka, Selangor, Malaysia]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Mas Maulana Muhammad Yunus Al Idrus
utawi Senopati Arya Sarjawala ing Japara
[ sumare ing Sasanalaya Kadipaten Japara]
Bin
Kanjeng Syaikhuna Maulana Abdul Khaliqul Idrus Al Mukhrawi,
[sumare ing Sasanalaya Kadipaten Japara]
Bin
Abdillah
ilaa
Bani Nabiyullah Adam Khalifatullah fil ardh Allaihis salam
wa ummul bashar Siti Hawa Allaihassalam.


III. Sanad Silsilah Trah Saking Ibu


Salajengipun, punika sanad silsilah Kanjeng Paman Raden Mas Mohammad Ikhsan Wirun Wiranto saking trah darah Kanjeng Ibunipun, injih punika Kanjeng Eyang Putri Kalasan, ingkang asma Raden Ajeng Siti Dariyah Binti Kyai Wedono Somo Marto utawi Kanjeng Kyai Ageng Somongari.

Raden Mas Mohammad Ikhsan Wirun Wiranto
Ibni
Raden Ajeng Siti Dariyah
utawi Kanjeng Nyai Tumenggung Hasan Midaryo ing Kalasan,
[mijil ing Somongari, sedha ing Kalasan,29 Maret 2007 lajeng sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Binti
Kanjeng Kyai Wedono Sumo Marto
utawi Kyai Imam Somongari-VII
[mijil ing Somongari warsa 18 Maulud 1888 M, sedha 14 Juni 1968 ing Metro Lampung lajeng kaputer giling ing Sasanalaya Kyai Ageng Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Sumo Citro
utawi Kyai Imam-VI
[Sumare ing Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Demang Sastro Wongso
utawi Kyai Demang Somongari-V
[Sumare ing Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Demang Ngaran Wongso Negoro
utawi Kyai Demang Somongari-IV
Sumare ing Pralayan Kademangan Ngaran, Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Ahmad Darso ing Tanjung Anom
utawi Kyai Imam Somongari-III
[Sumare ing Pralayan Padukuhan Tanjung Anom, Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Purbo Kusumo ing Jolo Sutro
utawi Kyai Imam Somongari-II
[Sumare ing Pralayan Padhepokan Jolo Sutro, Somongari]
Bin
Kanjeng Pangeran Kedhana Kedhini
utawi Kanjeng Pangeran Mas Kusumo As'ngari
utawi Kanjeng Kyai Ageng Somongari-I
[Mijil ing Krathon Ngayogyakarto Hadiningrat, sumare ing Sasanalaya Somongari]

Bin
Kanjeng Kyai Imam Ahmad As'ngari Mentosoro ing Tanjung Anom
[Sumare ing Pralayan Tanjung Anom]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Mas Abdullah As'ngari Nila Sraba ing Bagelen
[Sumare ing Pralayan Nila Sraba Bagelen]
Bin
Kanjeng Sunan Geseng Maulana Abdurrahman As'ngari ing Jolo Sutro,
[Mijil ing Bagelen, sumare ing Sasanalaya Piyungan Bantul, Ngayogyakarto Hadiningrat]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Husein As'ngari ing Wono Joyo
[Sedha ing Wono Joyo warsa 1521 M]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Wahdi As'ngari ing Pajang
[Sumare ing Pralayan Pajang]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Hasan As'ngari ing Demak
[Sumare ing Pralayan masjid Agung Demak Bintoro]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Ahmad As'ngari ing Kadilangu Demak
[Sumare ing Sasanalaya Kadilangu Demak]
Bin
Abdillah
ilaa
Bani Nabiyullah Adam Khalifatullah fil ardh Allaihis Salam
wa ummul bashar Siti Hawa Allaiha salam


IV. Panutup

Alhamdulillahi Rabbil 'Alamiin, kanthi sujud syukur lan atur panuwun dumatheng Ngarsanipun Gusti Allahu Azza Wa Jalla, mugi slamet rahayu lahir bathin dunyo dumugi akherat kanthi angajab payung agung Syafa'atipun Kanjeng Rasulullah dumatheng sedaya sanak saderek Brayat Ageng Trah Eyang KRT. Hasan Midaryo Kalasan ing pundhi kemawon, mugi lir saking sedaya rubeda lan sambikolo.

Nyuwun agenging pangapsami saking sedaya Kadhang Sutrisna, bilih menawi taksih kathah khilaf ing tata kirata basa kawulo, utawi kathah klentha-klenthu anggenipun kawulo anggelar isinipun seratan punika. Pramila punika, angajab saged tumuju sampurnaning wedharan tulisan kawulo punika ing samangke?, Salajengipun pramila kasuwun para Kadhang Sutrisna lumantar ing www.trahpanembahanwongsopati.blogspot.com punika kersaha peparing sedekah warta, informasi, data utawi cariyos babad sejarah para leluhur.

Amargi, kawiwit saking pangajab manah kawulo kanthi blog punika bilih saged dadhos sarana hangraketaken maleh raos pasederekan sasama brayat ageng, ugi nerasaken semangat perjuangan para leluhur lan tiyang sepuh kitha, kanthi nguri-uri tilaran sejarah ugi ajaran laku kautaman warisanipun para Pepundhen, khususipun dumatheng para sanak kadhang anem utawi generasi penerus Trah Wongsopaten ingkang dereng lahir. Supadhos mboten kepaten obor sejarah para leluhur lan guyubing raos pasederekan kitha sedaya dumugi akhiring zaman.

Matur sembah nuwun..


Ismu Daly

Njeng Paman RM. Moh. Isdiyanto HM ing Piyungan



I. Bebuka

Sedaya puja lan pamuji syukur kalamun kahaturaken dumateng Ngarsanipun Gusti Alloh Ingkang Moho Tunggal, bilih saking sedaya peparing rahmat agung, nikmatipun endahing Iman Islam ugi Ihsaning Muslim, ugi gelaring rizqi gesang tumrapipun tata lahir bathin kita. Mugi kitha sedaya kaparing kaslametan ageng datan nglampahi jejibahan gesang ing ngalam dunyo dumugi ing ngalam akaherat samangke kanthi jejimat Ridhaning Gusti Allahu Azza Wa Jalla ugi mugi payung Syafa'at Agengipun Guru Sajati kita, Kanjeng Nabi Sayidina Maulana Musthafa Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam.

Salajengipun, salam takzhim ugi sholawat kitha sami kahaturaken dumatheng ngarsanipun Kanjeng Nabi Sayidina Maulana Musthafa Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam. Mugi Syafa'atipun Kanjeng Rasulullah dadhos payung agung kaslametan amaliyah gesang kita datan hanetebi kawajiban kaimanan abdining Gusti Allahu Azza Wa Jalla, ugi daya kateguhan kitha datan hanetebi kawajiban amal ibadah ummat Islam nderek syariatipun Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam, mugi nenggih drajat agung Mukmin Sajati ingkang kaparing drajat agung Husnul Khatimah ing akhir hayat kitha samangke. Allahumma amiin Insya Allah..

Kanjeng Paman Raden Mas Mohammad Isdiyanto sayektos yoganipun Kanjeng Eyang Kakung Kalasan, Kanjeng Raden Tumenggung Hasan Midaryo lan Kanjeng Eyang Putri Kalasan, Nyai Siti Dariyah ingkang kaping sekawan, utawi putro jaler ingkang paling ageng amargi kadhang wredhanipun pawestri sedaya, injih punika ingkang pambarep Kanjeng Ibu Gedhe RA. Sri Mulyatmi lajeng Njeng Ibu RA. Istiningsih.

Panjenenganipun Kanjeng Paman, punika gadah asma alit "Yanto", mijil wonten ing tlatah Prambanan, Sleman, Ngayogyokarto. Piyambakipun satunggiling putronipun Kanjeng Eyang Kakung Hasan Midaryo Kalasan ingkang anggadahi tumetesing sifat ungguling kasabaran, karilan lan laku prihatinipun Kanjeng Eyang Kakung saha Kanjeng Eyang Putri Kalasan. Piyambakipun ugi kondang Juara Lomba Catur, utawi gladen gitar klasik. Wah, kadhos Om ebiet G. Ade mawon hehe..

Kanjeng Paman Yanto netebi wajib sekolah saking SD dumugi SMP wonten ing Prambanan lan ing Wonosari, rikala semanten Kanjeng Eyang Kakung Hasan Midaryo Kalasan taksih netebi tugasipun dadhos satunggiling Mantri Polisi ing jaman pendudukan Jepang dumugi jaman geger G.30 S/PKI antawis warsa 1966.

Salajengipun, Kanjeng Paman Yanto netebi wajib sekolah SMA ing Kulon Progo rikolo Kanjeng Eyang Hasan Midaryo Kalasan netebi wajib dadhos Penewu utawi Camat ing Kecamatan Lendah, lajeng Camat ing Kecamatan Panjatan ngantos katugasaken pemerintah ing Pemda Kabupaten Kulon Progo ing kuto Wates, lajeng manggen ing Komplek Kejaksaan Negeri Wates ing tlatah Terbah, Kabupaten Kulon Progo. Sakawit Kanjeng Eyang Kakung dadhos Prajaksa ing Ndalem Kepatihan Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat salajengipun Paman Yanto nderek Kanjeng Eyang Kakung saha Eyang Putri lenggah ing Ndalem Kalasan.

Ngantos Kanjeng Eyang Kakung pikantuk tugas akhir wonten ing Ndalem Kepatihan dugi pensiun, Kanjeng Paman Yanto ingkang njagi Eyang Kakung ugi Eyang Putri Hasan Midaryo ing Ndalem Hasan Midaryan Kalasan, Candi Sari, Sleman, Ngayogyakarto.

Kanjeng Paman Yanto lan sedaya kadhang sepuhipun sami nderek pindah papan ing pundhi kemawon Eyang Kakung Hasan Midaryo Kalasan pikantuk tugas saking pemerintah, utawi saking Pepundhen Puro Paku Alaman, lan saking Ingkang Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono ngkang kaping IX ing Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat.

Ngantos bakda tamat sekolah SMEA ing Wates, Kanjeng Paman Yanto kapurih nderek kaliyan Kadhang Wredhanipun, injih punika kaluwarga Njeng Ibu RA. Istiningsih ingkang kalenggahanipun wonten ing tlatah Wates, Kulon Progo, Ngayogyakarto.

Ngantos pikantuk jodonipun, pawestri saking tlatah wingking Kraton Solo, Jawa Tengah. Kanjeng Paman Yanto lajeng anggarwa Kanjeng Bibi Siti Sukemi ingkang kapurih taksih wonten sesambetan trah abdi dalem Kraton Solo. Lajeng, Kanjeng Paman Yanto lan Njeng Bibi Siti Sukemi kaparing yoga putri ingkang ayu pasuryanipun, kalajeng kaparing asma RR. Ita Yuni Widayanti.

[1] RR. Ita Yuni Widayanti
Nembe netebi wajib belajar SD ing tlatah Piyungan, Bantul, Ngayogyakarto.

Kanjeng Paman Yanto sakaluwarga punika griya kalenggahanipun wonten ing tlatah Piyungan, Bantul, Ngayogyakarto.

Kanjeng Paman Yanto ugi kapurih kasuwun dadhos Juru Kunci Kaluwarga brayat ageng Trah Kanjeng Eyang Kakung KRT. Hasan Midaryo lan Kanjeng Eyang Putri Nyai RA. Siti Dariyah ing Sasanalaya Wongsopati ing Klero, Sumber Harjo, Prambanan, Sleman, Ngayogyakarto.


II. Sanad Silsilah Trah Saking Bapa


Supadhos pangeling-eling lakunipun sejarah, ugi sinaoso kangge dedhasar wasilah silaturahim sedaya brayat ageng Trah Kanjeng Panembahan Wongsopati ing Klero, dumugi Trah Kyai Karto Dreyan ing tlatah Sumber Harjo Prambanan, tuwin dumugi Trah Kanjeng Eyang KRT. Hasan Midaryo ing Kalasan, Sleman, Ngayogyokarto. Menawi dipun urut malih, bilih Kanjeng Eyang KRT. Hasan Midaryo ing Kalasan kapurih tedhak turun Trah Kanjeng Panembahan Wongsopati ingkang kaping X.

Mugi-mugi, sanad silsilah punika handadhosaken tambahing daya raos rinaketing pasederekan sedaya saderek ing Lampung ugi ing tanah Jawi, dumugi akhir zaman. Trahing kusuma rembesing madu lamun rahmatipun Gusti Allah Ingkang Moho Agung, sanes patrap pamer kadrajatan hananging dhasar kitha nerasaken sadaya pangajabipun para leluhur lan pepundhen ingkang sampun nilaraken amanah suci dumatheng para trah darahipun supadhos saged dadhos brayat ageng Mukmin ingkang sajati. Insya Allah..

Punika sanad silsilahipun Kanjeng Paman Raden Mas Mohammad Isdiyanto Bin Kanjeng Raden Tumenggung Hasan Midaryo ingkang kalenggahanipun wonten ing Bantul 15C, Metro Lampung, kapurih kabadar saking trah darah kanjeng Bapanipun, injih punika :

Raden Mas Mohammad Isdiyanto
Bin
Raden Mas Bagus Ahmad Saniyo
utawi Kanjeng Raden Tumenggung Hasan Midaryo ing Kalasan,
utawi Kanjeng Kyai Wongsopati-X ing Kalasan
[mijil ing Prambanan,1921 lan sedha ing Kalasan,30 Maret 2004 M lajeng sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero Prambanan]
Bin
Kanjeng Kyai Karto Sentono,
utawi Kanjeng Kyai Mpu Wongso Pati-IX ing Klero,
[sedha ing Klero antawis warsa 1965 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Karto Dreyo,
utawi Kanjeng Kyai Mpu Wongso Pati-VIII ing Kentheng
[sedha ing Klero antawis warsa 1943 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Wirono Redjo,
utawi Kanjeng Kyai Mpu Wongso Pati-VII ing Klero,
[sedha ing Klero antawis warsa 1885 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Djoyo Wirono,
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongso Pati-VI ing Klero,
[sedha ing Klero antawis warsa 1840 lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Bongso Wirono,
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongso Pati-V ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1805 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Suto Wirono
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongsopati-IV ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1775 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Suto Menggolo,
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongsopati-III ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1740 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Panembahan Rekso Pati,
utawi Kanjeng Panembahan Wongso Pati-II ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1709 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Panembahan Wongso Pati-I ing Klero,
[sedha ing warsa 1680 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]

Bin
Kanjeng Gusti Adipati Toh Pati ing Tulung,
[sedha ing warsa 1645 M lan sumare ing Sasanalaya Tulung]
Bin
Ki Ageng Karang Lo
utawi Raden Mas Prawiro Wongso Kusumo,
[sedha ing warsa 1600 M lan sumare ing Sasanalaya Taji Prambanan]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Tedjo Kusumo
utawi Kanjeng Panembahan Jogorogo ing Ponorogo,
[sedha ing warsa 1565 M lan sumare ing Sasanalaya Jogorogo Ponorogo]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Maulana Abdullah Al Idrus
utawi Kanjeng Pangeran Harya Pamungkas Sabrang Lor-II,
[sedha syahid ing ngalogo warsa 1528 M lan sumare ing Pulau Besar Malaka, Selangor, Malaysia]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Maulana Abdul Qadir Al Idrus
utawi Adipati Unus Sabrang Lor-I,
[mijil ing Japara warsa 1480 lan sedha syahid ing ngalogo warsa 1521, lajeng sumare ing Pulau Besar Malaka, Selangor, Malaysia]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Mas Maulana Muhammad Yunus Al Idrus
utawi Senopati Arya Sarjawala ing Japara
[ sumare ing Sasanalaya Kadipaten Japara]
Bin
Kanjeng Syaikhuna Maulana Abdul Khaliqul Idrus Al Mukhrawi,
[sumare ing Sasanalaya Kadipaten Japara]
Bin
Abdillah
ilaa
Bani Nabiyullah Adam Khalifatullah fil ardh Allaihis salam
wa ummul bashar Siti Hawa Allaihassalam.


III. Sanad Silsilah Trah Saking Ibu


Salajengipun, punika sanad silsilah Kanjeng Paman Raden Mas Mohammad Isdiyanto saking trah darah Kanjeng Ibunipun, injih punika Kanjeng Eyang Putri Kalasan, ingkang asma Raden Ajeng Siti Dariyah Binti Kyai Wedono Somo Marto utawi Kanjeng Kyai Ageng Somongari.

Raden Mas Mohammad Isdiyanto
Ibni
Raden Ajeng Siti Dariyah
utawi Kanjeng Nyai Tumenggung Hasan Midaryo ing Kalasan,
[mijil ing Somongari, sedha ing Kalasan,29 Maret 2007 lajeng sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Binti
Kanjeng Kyai Wedono Sumo Marto
utawi Kyai Imam Somongari-VII
[mijil ing Somongari warsa 18 Maulud 1888 M, sedha 14 Juni 1968 ing Metro Lampung lajeng kaputer giling ing Sasanalaya Kyai Ageng Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Sumo Citro
utawi Kyai Imam-VI
[Sumare ing Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Demang Sastro Wongso
utawi Kyai Demang Somongari-V
[Sumare ing Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Demang Ngaran Wongso Negoro
utawi Kyai Demang Somongari-IV
Sumare ing Pralayan Kademangan Ngaran, Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Ahmad Darso ing Tanjung Anom
utawi Kyai Imam Somongari-III
[Sumare ing Pralayan Padukuhan Tanjung Anom, Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Purbo Kusumo ing Jolo Sutro
utawi Kyai Imam Somongari-II
[Sumare ing Pralayan Padhepokan Jolo Sutro, Somongari]
Bin
Kanjeng Pangeran Kedhana Kedhini
utawi Kanjeng Pangeran Mas Kusumo As'ngari
utawi Kanjeng Kyai Ageng Somongari-I
[Mijil ing Krathon Ngayogyakarto Hadiningrat, sumare ing Sasanalaya Somongari]

Bin
Kanjeng Kyai Imam Ahmad As'ngari Mentosoro ing Tanjung Anom
[Sumare ing Pralayan Tanjung Anom]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Mas Abdullah As'ngari Nila Sraba ing Bagelen
[Sumare ing Pralayan Nila Sraba Bagelen]
Bin
Kanjeng Sunan Geseng Maulana Abdurrahman As'ngari ing Jolo Sutro,
[Mijil ing Bagelen, sumare ing Sasanalaya Piyungan Bantul, Ngayogyakarto Hadiningrat]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Husein As'ngari ing Wono Joyo
[Sedha ing Wono Joyo warsa 1521 M]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Wahdi As'ngari ing Pajang
[Sumare ing Pralayan Pajang]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Hasan As'ngari ing Demak
[Sumare ing Pralayan masjid Agung Demak Bintoro]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Ahmad As'ngari ing Kadilangu Demak
[Sumare ing Sasanalaya Kadilangu Demak]
Bin
Abdillah
ilaa
Bani Nabiyullah Adam Khalifatullah fil ardh Allaihis Salam
wa ummul bashar Siti Hawa Allaiha salam


IV. Panutup

Alhamdulillahi Rabbil 'Alamiin, kanthi sujud syukur lan atur panuwun dumatheng Ngarsanipun Gusti Allahu Azza Wa Jalla, mugi slamet rahayu lahir bathin dunyo dumugi akherat kanthi angajab payung agung Syafa'atipun Kanjeng Rasulullah dumatheng sedaya sanak saderek Brayat Ageng Trah Eyang KRT. Hasan Midaryo Kalasan ing pundhi kemawon, mugi lir saking sedaya rubeda lan sambikolo.

Nyuwun agenging pangapsami saking sedaya Kadhang Sutrisna, bilih menawi taksih kathah khilaf ing tata kirata basa kawulo, utawi kathah klentha-klenthu anggenipun kawulo anggelar isinipun seratan punika. Pramila punika, angajab saged tumuju sampurnaning wedharan tulisan kawulo punika ing samangke?, Salajengipun pramila kasuwun para Kadhang Sutrisna lumantar ing www.trahpanembahanwongsopati.blogspot.com punika kersaha peparing sedekah warta, informasi, data utawi cariyos babad sejarah para leluhur.

Amargi, kawiwit saking pangajab manah kawulo kanthi blog punika bilih saged dadhos sarana hangraketaken maleh raos pasederekan sasama brayat ageng, ugi nerasaken semangat perjuangan para leluhur lan tiyang sepuh kitha, kanthi nguri-uri tilaran sejarah ugi ajaran laku kautaman warisanipun para Pepundhen, khususipun dumatheng para sanak kadhang anem utawi generasi penerus Trah Wongsopaten ingkang dereng lahir. Supadhos mboten kepaten obor sejarah para leluhur lan guyubing raos pasederekan kitha sedaya dumugi akhiring zaman.

Matur sembah nuwun..
Ismu daly

Njeng Ibu RA. Istiningsih ing Wates




I. Bebuka

Sedaya puja lan pamuji syukur kalamun kahaturaken dumateng Ngarsanipun Gusti Alloh Ingkang Moho Tunggal, bilih saking sedaya peparing rahmat agung, nikmatipun endahing Iman Islam ugi Ihsaning Muslim, ugi gelaring rizqi gesang tumrapipun tata lahir bathin kita. Mugi kitha sedaya kaparing kaslametan ageng datan nglampahi jejibahan gesang ing ngalam dunyo dumugi ing ngalam akaherat samangke kanthi jejimat Ridhaning Gusti Allahu Azza Wa Jalla ugi mugi payung Syafa'at Agengipun Guru Sajati kita, Kanjeng Nabi Sayidina Maulana Musthafa Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam.

Salajengipun, salam takzhim ugi sholawat kitha sami kahaturaken dumatheng ngarsanipun Kanjeng Nabi Sayidina Maulana Musthafa Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam. Mugi Syafa'atipun Kanjeng Rasulullah dadhos payung agung kaslametan amaliyah gesang kita datan hanetebi kawajiban kaimanan abdining Gusti Allahu Azza Wa Jalla, ugi daya kateguhan kitha datan hanetebi kawajiban amal ibadah ummat Islam nderek syariatipun Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam, mugi nenggih drajat agung Mukmin Sajati ingkang kaparing drajat agung Husnul Khatimah ing akhir hayat kitha samangke. Allahumma amiin Insya Allah


Kanjeng Ibu Isti Wates sayektos yoginipun Kanjeng Eyang Kakung Kalasan, Kanjeng Raden Tumenggung Hasan Midaryo lan Kanjeng Eyang Putri Kalasan, Nyai Siti Dariyah ingkang kaping kalih. Panjenenganipun Ibu Isti Wates, punika gadah asma alit "Mbak Isti" utawi "Mbak Ning", mijil wonten ing tlatah Prambanan, Sleman, Ngayogyokarto


Kanjeng Ibu Isti Wates netebi wajib sekolah saking SD dumugi SMP wonten ing Prambanan lan ing Wonosari, rikala semanten Kanjeng Eyang Kakung Hasan Midaryo Kalasan taksih netebi tugasipun dadhos satunggiling Mantri Polisi ing jaman pendudukan Jepang dumugi jaman geger G.30 S/PKI antawis warsa 1966. Salajengipun, Kanjeng Paman Ikhsan netebi wajib sekolah ing SMAN 1 ing Wates Kulon Progo rikolo Kanjeng Eyang Hasan Midaryo Kalasan netebi wajib dadhos Penewu utawi Camat ing Kecamatan Lendah, lajeng Camat ing Kecamatan Panjatan ngantos katugasaken pemerintah ing Pemda Kabupaten Kulon Progo ing kuto Wates.

Kanjeng Ibu Isti Wates lan sedaya kadhang sepuhipun sami nderek pindah papan ing pundhi kemawon Eyang Kakung Hasan Midaryo Kalasan pikantuk tugas saking pemerintah, utawi saking Pepundhen Puro Paku Alaman, lan saking Ingkang Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono ngkang kaping IX ing Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat.

Ngantos pikantuk jodonipun ing tlatah Wates, salajengipun Kanjeng Ibu Istiningsih kagarwa dening Njeng Rama Maulana Suryaman Daly Bin Syaikh Maulana Mohammad Daliman saking tlatah sabrang, injih punika Kuta Medan, Sumatera Utara. Salajengipun lahir para putra lan putri, ing antawisipun :

[1] Alm. Ismu Aji Daly

[2] Ismu Daly,SS

Ismu anggarwa Risda Hasan lajeng manggen wonten tlatah Tambun bekasi.

[3] Melina Daly,Amd

Rayi Melina kagarwa dening Raka Mas Agus Sunyoto,S.Sos lan kapurih gadah putra kalih, injih punika :

(1) Nova Kusuma Laksana Aji
(2) Hyuga Saputra Ahadan Khaliq

[4] Eny Daly,S.Pd

Rayi Eny kagarwa dening Raka Mas RM. Retno Hastoro lan gadah putri tunggal, injih punika :

(1) Shresi Dissa Almitha

[5] Adhytia Daly,Amd

Insya Allah, badhe anggarwa Diajeng Sandya Finindya

[6] Indra Daly,S.Pd

Insya Allah, badhe anggarwa Diajeng Leony Fajar


II. Sanad Silsilah Trah Saking Bapa


Supadhos pangeling-eling lakunipun sejarah, ugi sinaoso kangge dedhasar wasilah silaturahim sedaya brayat ageng Trah Kanjeng Panembahan Wongsopati ing Klero, dumugi Trah Kyai Karto Dreyan ing tlatah Sumber Harjo Prambanan, tuwin dumugi Trah Kanjeng Eyang KRT. Hasan Midaryo ing Kalasan, Sleman, Ngayogyokarto. Menawi dipun urut malih, bilih kanjeng Eyang KRT. Hasan Midaryo ing Kalasan kapurih tedhak turun Trah Kanjeng Panembahan Wongsopati ingkang kaping X.

Mugi-mugi, sanad silsilah punika handadhosaken tambahing daya raos rinaketing pasederekan sedaya saderek ing Lampung ugi ing tanah Jawi, dumugi akhir zaman. Trahing kusuma rembesing madu lamun rahmatipun Gusti Allah Ingkang Moho Agung, sanes patrap pamer kadrajatan hananging dhasar kitha nerasaken sadaya pangajabipun para leluhur lan pepundhen ingkang sampun nilaraken amanah suci dumatheng para trah darahipun supadhos saged dadhos brayat ageng Mukmin ingkang sajati. Insya Allah..

Punika sanad silsilahipun Njeng Ibu RA. Istiningsih Binti Kanjeng Raden Tumenggung Hasan Midaryo ingkang kalenggahanipun wonten ing tlatah Wates, kulon Progo, Ngayogyokarto, kapurih kabadar saking trah darah kanjeng Bapanipun, injih punika :

Njeng Ibu RA. istiningsih
Binti
Raden Mas Bagus Ahmad Saniyo
utawi Kanjeng Raden Tumenggung Hasan Midaryo ing Kalasan,
utawi Kanjeng Kyai Wongsopati-X ing Kalasan
[mijil ing Prambanan,1921 lan sedha ing Kalasan,30 Maret 2004 M lajeng sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero Prambanan]
Bin
Kanjeng Kyai Karto Sentono,
utawi Kanjeng Kyai Mpu Wongso Pati-IX ing Klero,
[sedha ing Klero antawis warsa 1965 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Karto Dreyo,
utawi Kanjeng Kyai Mpu Wongso Pati-VIII ing Kentheng
[sedha ing Klero antawis warsa 1943 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Wirono Redjo,
utawi Kanjeng Kyai Mpu Wongso Pati-VII ing Klero,
[sedha ing Klero antawis warsa 1885 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Djoyo Wirono,
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongso Pati-VI ing Klero,
[sedha ing Klero antawis warsa 1840 lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Bongso Wirono,
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongso Pati-V ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1805 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Suto Wirono
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongsopati-IV ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1775 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Suto Menggolo,
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongsopati-III ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1740 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Panembahan Rekso Pati,
utawi Kanjeng Panembahan Wongso Pati-II ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1709 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Panembahan Wongso Pati-I ing Klero,
[sedha ing warsa 1680 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]

Bin
Kanjeng Gusti Adipati Toh Pati ing Tulung,
[sedha ing warsa 1645 M lan sumare ing Sasanalaya Tulung]
Bin
Ki Ageng Karang Lo
utawi Raden Mas Prawiro Wongso Kusumo,
[sedha ing warsa 1600 M lan sumare ing Sasanalaya Taji Prambanan]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Tedjo Kusumo
utawi Kanjeng Panembahan Jogorogo ing Ponorogo,
[sedha ing warsa 1565 M lan sumare ing Sasanalaya Jogorogo Ponorogo]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Maulana Abdullah Al Idrus
utawi Kanjeng Pangeran Harya Pamungkas Sabrang Lor-II,
[sedha syahid ing ngalogo warsa 1528 M lan sumare ing Pulau Besar Malaka, Selangor, Malaysia]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Maulana Abdul Qadir Al Idrus
utawi Adipati Unus Sabrang Lor-I,
[mijil ing Japara warsa 1480 lan sedha syahid ing ngalogo warsa 1521, lajeng sumare ing Pulau Besar Malaka, Selangor, Malaysia]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Mas Maulana Muhammad Yunus Al Idrus
utawi Senopati Arya Sarjawala ing Japara
[ sumare ing Sasanalaya Kadipaten Japara]
Bin
Kanjeng Syaikhuna Maulana Abdul Khaliqul Idrus Al Mukhrawi,
[sumare ing Sasanalaya Kadipaten Japara]
Bin
Abdillah
ilaa
Bani Nabiyullah Adam Khalifatullah fil ardh Allaihis salam
wa ummul bashar Siti Hawa Allaihassalam.


III. Sanad Silsilah Trah Saking Ibu


Salajengipun, punika sanad silsilah Njeng Ibu RA. Istiningsih saking trah darah Kanjeng Ibunipun, injih punika Kanjeng Eyang Putri Kalasan, ingkang asma Raden Ajeng Siti Dariyah Binti Kyai Wedono Somo Marto utawi Kanjeng Kyai Ageng Somongari.

Njeng Ibu RA. Istiningsih
Binti
Raden Ajeng Siti Dariyah
utawi Kanjeng Nyai Tumenggung Hasan Midaryo ing Kalasan,
[mijil ing Somongari, sedha ing Kalasan,29 Maret 2007 lajeng sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Binti
Kanjeng Kyai Wedono Sumo Marto
utawi Kyai Imam Somongari-VII
[mijil ing Somongari warsa 18 Maulud 1888 M, sedha 14 Juni 1968 ing Metro Lampung lajeng kaputer giling ing Sasanalaya Kyai Ageng Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Sumo Citro
utawi Kyai Imam-VI
[Sumare ing Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Demang Sastro Wongso
utawi Kyai Demang Somongari-V
[Sumare ing Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Demang Ngaran Wongso Negoro
utawi Kyai Demang Somongari-IV
Sumare ing Pralayan Kademangan Ngaran, Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Ahmad Darso ing Tanjung Anom
utawi Kyai Imam Somongari-III
[Sumare ing Pralayan Padukuhan Tanjung Anom, Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Purbo Kusumo ing Jolo Sutro
utawi Kyai Imam Somongari-II
[Sumare ing Pralayan Padhepokan Jolo Sutro, Somongari]
Bin
Kanjeng Pangeran Kedhana Kedhini
utawi Kanjeng Pangeran Mas Kusumo As'ngari
utawi Kanjeng Kyai Ageng Somongari-I
[Mijil ing Krathon Ngayogyakarto Hadiningrat, sumare ing Sasanalaya Somongari]

Bin
Kanjeng Kyai Imam Ahmad As'ngari Mentosoro ing Tanjung Anom
[Sumare ing Pralayan Tanjung Anom]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Mas Abdullah As'ngari Nila Sraba ing Bagelen
[Sumare ing Pralayan Nila Sraba Bagelen]
Bin
Kanjeng Sunan Geseng Maulana Abdurrahman As'ngari ing Jolo Sutro,
[Mijil ing Bagelen, sumare ing Sasanalaya Piyungan Bantul, Ngayogyakarto Hadiningrat]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Husein As'ngari ing Wono Joyo
[Sedha ing Wono Joyo warsa 1521 M]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Wahdi As'ngari ing Pajang
[Sumare ing Pralayan Pajang]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Hasan As'ngari ing Demak
[Sumare ing Pralayan masjid Agung Demak Bintoro]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Ahmad As'ngari ing Kadilangu Demak
[Sumare ing Sasanalaya Kadilangu Demak]
Bin
Abdillah
ilaa
Bani Nabiyullah Adam Khalifatullah fil ardh Allaihis Salam
wa ummul bashar Siti Hawa Allaiha salam


IV. Panutup


Alhamdulillahi Rabbil 'Alamiin, kanthi sujud syukur lan atur panuwun dumatheng Ngarsanipun Gusti Allahu Azza Wa Jalla, mugi slamet rahayu lahir bathin dunyo dumugi akherat kanthi angajab payung agung Syafa'atipun Kanjeng Rasulullah dumatheng sedaya sanak saderek Brayat Ageng Trah Eyang KRT. Hasan Midaryo Kalasan ing pundhi kemawon, mugi lir saking sedaya rubeda lan sambikolo.

Nyuwun agenging pangapsami saking sedaya Kadhang Sutrisna, bilih menawi taksih kathah khilaf ing tata kirata basa kawulo, utawi kathah klentha-klenthu anggenipun kawulo anggelar isinipun seratan punika. Pramila punika, angajab saged tumuju sampurnaning wedharan tulisan kawulo punika ing samangke?, Salajengipun pramila kasuwun para Kadhang Sutrisna lumantar ing www.trahpanembahanwongsopati.blogspot.com punika kersaha peparing sedekah warta, informasi, data utawi cariyos babad sejarah para leluhur.

Amargi, kawiwit saking pangajab manah kawulo kanthi blog punika bilih saged dadhos sarana hangraketaken maleh raos pasederekan sasama brayat ageng, ugi nerasaken semangat perjuangan para leluhur lan tiyang sepuh kitha, kanthi nguri-uri tilaran sejarah ugi ajaran laku kautaman warisanipun para Pepundhen, khususipun dumatheng para sanak kadhang anem utawi generasi penerus Trah Wongsopaten ingkang dereng lahir. Supadhos mboten kepaten obor sejarah para leluhur lan guyubing raos pasederekan kitha sedaya dumugi akhiring zaman.

Matur sembah nuwun..

Ismu Daly

Njeng Ibu Gedhe RA. Sri Mulyatmi ing Gedong Kuning


I. Bebuka

Sedaya puja lan pamuji syukur kalamun kahaturaken dumateng Ngarsanipun Gusti Alloh Ingkang Moho Tunggal, bilih saking sedaya peparing rahmat agung, nikmatipun endahing Iman Islam ugi Ihsaning Muslim, ugi gelaring rizqi gesang tumrapipun tata lahir bathin kita. Mugi kitha sedaya kaparing kaslametan ageng datan nglampahi jejibahan gesang ing ngalam dunyo dumugi ing ngalam akaherat samangke kanthi jejimat Ridhaning Gusti Allahu Azza Wa Jalla ugi mugi payung Syafa'at Agengipun Guru Sajati kita, Kanjeng Nabi Sayidina Maulana Musthafa Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam.

Salajengipun, salam takzhim ugi sholawat kitha sami kahaturaken dumatheng ngarsanipun Kanjeng Nabi Sayidina Maulana Musthafa Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam. Mugi Syafa'atipun Kanjeng Rasulullah dadhos payung agung kaslametan amaliyah gesang kita datan hanetebi kawajiban kaimanan abdining Gusti Allahu Azza Wa Jalla, ugi daya kateguhan kitha datan hanetebi kawajiban amal ibadah ummat Islam nderek syariatipun Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam, mugi nenggih drajat agung Mukmin Sajati ingkang kaparing drajat agung Husnul Khatimah ing akhir hayat kitha samangke. Allahumma amiin Insya Allah..

Kanjeng Ibu Gedhe Gedong Kuning, utawi ingkang asma Njeng Ibu Gedhe RA. Sri Mulyatmi sayektos yogi pawestri ingkang pambarep ipun Kanjeng Eyang Kakung Kalasan, Kanjeng Raden Tumenggung Hasan Midaryo lan Kanjeng Eyang Putri Kalasan, Nyai RA. Siti Dariyah. Panjenenganipun Kanjeng ibu Gedhe, punika gadah asma alit "Mbak Sri". Mijil wonten ing tlatah Prambanan, Sleman, Ngayogyokarto. Piyambakipun satunggiling putrinipun Kanjeng Eyang Kakung Hasan Midaryo Kalasan ingkang anggadahi tumetesing bakat ing olah kesenian, antawisipun : tata olah seni tari, seni pagelaran Kethoprak, ugi seni macapat.

Samangsa taksih anemipun, Kanjeng Ibu Gedhe RA. Sri Mulyatmi nate nderek mandegani lahiripun Paguyuban Pagelaran Kethoprak Putri Mataram ing gedong Kuning, banguntapan, bantul, Ngayogyakarto. Salah satunggilipun lakon ingkang nate dipun pandegani dadhos satriya kakung.

Kanjeng Ibu Gedhe Sri Gedong Kuning Paman netebi wajib sekolah saking SD dumugi SMP wonten ing Prambanan lan ing Wonosari, rikala semanten Kanjeng Eyang Kakung Hasan Midaryo Kalasan taksih netebi tugasipun dadhos satunggiling Mantri Polisi ing jaman pendudukan Jepang dumugi jaman geger G.30 S/PKI antawis warsa 1966.

Salajengipun, Kanjeng Paman Ikhsan netebi wajib sekolah SMA ing kuta Yogya amargi nderek sentono wredhanipun Kanjeng Eyang Hasan Midaryo ingkang kalenggahanipun wonten ing tlatah Ambarukmo, injih punika Kanjeng Eyang Kakung Raden Mas Ngabehi Sindurejo, iingkang taksih trah darah raket saking Kanjeng Sri Sultan hamengku Buwono Ingkang kaping-VII. Sakawit punika, sedaya siti ugi komplek Hotel Ambarukmo taksih gadahipun Kanjeng Eyang Kakung Raden Mas Ngabehi Sindurejo.

Lajeng, nalika Kanjeng Eyang Hasan Midaryo Kalasan netebi wajib dadhos Penewu utawi Camat ing Kecamatan Lendah, lajeng Camat ing Kecamatan Panjatan ngantos katugasaken pemerintah ing Pemda Kabupaten Kulon Progo ing kuto Wates, Kanjeng Ibu Gedhe Sri Gedhong Kuning ugi nate manggen wonten ing Tanjung Karang Bandar Lampung, nderek ingkang Raka Mas RM. Mohammad Slamet Sukamto HM.

Bapa Gedhe Tanjung Karang, utawi Bapa Gedhe RM. Mohammad Slamet Sukamto Bin RM. Ahmad Samiyo, punika putra tunggal saking Garwanipun Kanjeng Eyang Putri RA. Siti Dariyah ingkang Sapisan hananging sedha syahid samangasa Jaman Jepang ing Palembang. Saking Kanjeng Eyang RM. Ahmad samiyo punika lajeng lahir puta tunggal, injih punika ingkang suwargi Kanjeng Bapa Gedhe RM. Mohammad Slamet Sukamto ing Tanjung karang, Bandar Lampung. Dadhos Kanjeng Bapa Gedhe RM. Mohammad Slamet Sukamto punika taksih kadhang kwalon kaliyan Kanjeng Ibu Gedhe Sri Mulyatmi.

Ngantos pikantuk jodonipun ing tlatah kuto Yogyakarto, salajengipun Kanjeng Ibu Gedhe Sri Gedong Kuning gadah putra kakung kalih, injih punika :

[1] RM. Mochammad Iskandar HM,S.Kom

Raka Mas Iskandar gadah garwa ingkang asma Mbak Ayu RA. Titk Kadarsih, lajeng kaparing putra jaler kalih, injih punika :

(1) RM. Rezza Mahendra

Nembe netebi wajib belajar kuliah ing AKINDO Yogyakarta.

(2) RM. Acha


Kaluwarga Raka Mas Iskandar punika kalenggahan griyanipun wonten ing Dalem gedong Kuning, Banguntapan, bantul, Ngayogyakarto.

[2] RM. Mochammad Didik Kasmiyanto

Raka Mas Didik gadah garwa ingkang asma Mbak Ayu Novi, lajeng kaparing keturunan putri tunggal, injih punika :

(1) RR Larasati

Nembe netebi wajib belajar ing SMA wonten ing tlatah Piyungan, Bantul.

Kaluwarga Raka Mas Didik punika kalenggahan griyanipun wonten ing tlatah Piyungan, Bantul, Ngayogyakarto.


Kanjeng Ibu Gedhe Raden Ajeng Sri Mulyatmi kalenggahan griyanipun wonten ing tlatah Dalem Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Sak menika, Kanjeng Ibu Gedhe Sri Gedong Kuning kalenggahanipun wonten ing tlatah Piyungan, Bantul, Yogyakarto. Panjenenganipun sak menika sinambi usaha rumah makan.

Kanjeng Ibu Gedhe RA. Sri Mulyatmi kapurih dadhos Sesepuh Brayat Ageng Trah Kanjeng Eyang KRT. Hasan Midaryo ing Jawi utawi ing Lampung.


II. Sanad Silsilah Trah Saking Bapa


Supadhos pangeling-eling lakunipun sejarah, ugi sinaoso kangge dedhasar wasilah silaturahim sedaya brayat ageng Trah Kanjeng Panembahan Wongsopati ing Klero, dumugi Trah Kyai Karto Dreyan ing tlatah Sumber Harjo Prambanan, tuwin dumugi Trah Kanjeng Eyang KRT. Hasan Midaryo ing Kalasan, Sleman, Ngayogyokarto. Menawi dipun urut malih, bilih kanjeng Eyang KRT. Hasan Midaryo ing Kalasan kapurih tedhak turun Trah Kanjeng Panembahan Wongsopati ingkang kaping X.

Mugi-mugi, sanad silsilah punika handadhosaken tambahing daya raos rinaketing pasederekan sedaya saderek ing Lampung ugi ing tanah Jawi, dumugi akhir zaman. Trahing kusuma rembesing madu lamun rahmatipun Gusti Allah Ingkang Moho Agung, sanes patrap pamer kadrajatan hananging dhasar kitha nerasaken sadaya pangajabipun para leluhur lan pepundhen ingkang sampun nilaraken amanah suci dumatheng para trah darahipun supadhos saged dadhos brayat ageng Mukmin ingkang sajati. Insya Allah..

Punika sanad silsilahipun Kanjeng Ibu Gedhe RA. Sri Mulyatmi Binti Kanjeng Raden Tumenggung Hasan Midaryo ingkang kalenggahanipun wonten ing Piyungan, Bantul, Ngayogyokarto, kapurih kabadar saking trah darah kanjeng Bapanipun, injih punika :

Njeng Ibu Gedhe Raden Ajeng Sri Mulyatmi
Binti
Raden Mas Bagus Ahmad Saniyo
utawi Kanjeng Raden Tumenggung Hasan Midaryo ing Kalasan,
utawi Kanjeng Kyai Wongsopati-X ing Kalasan
[mijil ing Prambanan,1921 lan sedha ing Kalasan,30 Maret 2004 M lajeng sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero Prambanan]
Bin
Kanjeng Kyai Karto Sentono,
utawi Kanjeng Kyai Mpu Wongso Pati-IX ing Klero,
[sedha ing Klero antawis warsa 1965 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Karto Dreyo,
utawi Kanjeng Kyai Mpu Wongso Pati-VIII ing Kentheng
[sedha ing Klero antawis warsa 1943 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Wirono Redjo,
utawi Kanjeng Kyai Mpu Wongso Pati-VII ing Klero,
[sedha ing Klero antawis warsa 1885 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Djoyo Wirono,
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongso Pati-VI ing Klero,
[sedha ing Klero antawis warsa 1840 lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Bongso Wirono,
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongso Pati-V ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1805 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Suto Wirono
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongsopati-IV ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1775 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Suto Menggolo,
utawi Kanjeng Kyai Ageng Wongsopati-III ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1740 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Panembahan Rekso Pati,
utawi Kanjeng Panembahan Wongso Pati-II ing Klero,
[sedha ing Klero warsa 1709 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Bin
Kanjeng Panembahan Wongso Pati-I ing Klero,
[sedha ing warsa 1680 M lan sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]

Bin
Kanjeng Gusti Adipati Toh Pati ing Tulung,
[sedha ing warsa 1645 M lan sumare ing Sasanalaya Tulung]
Bin
Ki Ageng Karang Lo
utawi Raden Mas Prawiro Wongso Kusumo,
[sedha ing warsa 1600 M lan sumare ing Sasanalaya Taji Prambanan]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Tedjo Kusumo
utawi Kanjeng Panembahan Jogorogo ing Ponorogo,
[sedha ing warsa 1565 M lan sumare ing Sasanalaya Jogorogo Ponorogo]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Maulana Abdullah Al Idrus
utawi Kanjeng Pangeran Harya Pamungkas Sabrang Lor-II,
[sedha syahid ing ngalogo warsa 1528 M lan sumare ing Pulau Besar Malaka, Selangor, Malaysia]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Maulana Abdul Qadir Al Idrus
utawi Adipati Unus Sabrang Lor-I,
[mijil ing Japara warsa 1480 lan sedha syahid ing ngalogo warsa 1521, lajeng sumare ing Pulau Besar Malaka, Selangor, Malaysia]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Mas Maulana Muhammad Yunus Al Idrus
utawi Senopati Arya Sarjawala ing Japara
[ sumare ing Sasanalaya Kadipaten Japara]
Bin
Kanjeng Syaikhuna Maulana Abdul Khaliqul Idrus Al Mukhrawi,
[sumare ing Sasanalaya Kadipaten Japara]
Bin
Abdillah
ilaa
Bani Nabiyullah Adam Khalifatullah fil ardh Allaihis salam
wa ummul bashar Siti Hawa Allaihassalam.


III. Sanad Silsilah Trah Saking Ibu


Salajengipun, punika sanad silsilah Kanjeng Ibu Gedhe Raden Ajeng Sri Mulyatmi saking trah darah Kanjeng Ibunipun, injih punika Kanjeng Eyang Putri Kalasan, ingkang asma Raden Ajeng Siti Dariyah Binti Kyai Wedono Somo Marto utawi Kanjeng Kyai Ageng Somongari.

Njeng Ibu Gedhe Raden Ajeng Sri Mulyatmi
Binti
Kanjeng Eyang Putri Raden Ajeng Siti Dariyah
utawi Kanjeng Nyai Tumenggung Hasan Midaryo ing Kalasan,
[mijil ing Somongari, sedha ing Kalasan,29 Maret 2007 lajeng sumare ing Sasanalaya Wongsopati Klero]
Binti
Kanjeng Kyai Wedono Sumo Marto
utawi Kyai Imam Somongari-VII
[mijil ing Somongari warsa 18 Maulud 1888 M, sedha 14 Juni 1968 ing Metro Lampung lajeng kaputer giling ing Sasanalaya Kyai Ageng Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Sumo Citro
utawi Kyai Imam-VI
[Sumare ing Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Demang Sastro Wongso
utawi Kyai Demang Somongari-V
[Sumare ing Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Demang Ngaran Wongso Negoro
utawi Kyai Demang Somongari-IV
Sumare ing Pralayan Kademangan Ngaran, Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Ahmad Darso ing Tanjung Anom
utawi Kyai Imam Somongari-III
[Sumare ing Pralayan Padukuhan Tanjung Anom, Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Purbo Kusumo ing Jolo Sutro
utawi Kyai Imam Somongari-II
[Sumare ing Pralayan Padhepokan Jolo Sutro, Somongari]
Bin
Kanjeng Pangeran Kedhana Kedhini
utawi Kanjeng Pangeran Mas Kusumo As'ngari
utawi Kanjeng Kyai Ageng Somongari-I
[Mijil ing Krathon Ngayogyakarto Hadiningrat, sumare ing Sasanalaya Somongari]

Bin
Kanjeng Kyai Imam Ahmad As'ngari Mentosoro ing Tanjung Anom
[Sumare ing Pralayan Tanjung Anom]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Mas Abdullah As'ngari Nila Sraba ing Bagelen
[Sumare ing Pralayan Nila Sraba Bagelen]
Bin
Kanjeng Sunan Geseng Maulana Abdurrahman As'ngari ing Jolo Sutro,
[Mijil ing Bagelen, sumare ing Sasanalaya Piyungan Bantul, Ngayogyakarto Hadiningrat]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Husein As'ngari ing Wono Joyo
[Sedha ing Wono Joyo warsa 1521 M]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Wahdi As'ngari ing Pajang
[Sumare ing Pralayan Pajang]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Hasan As'ngari ing Demak
[Sumare ing Pralayan masjid Agung Demak Bintoro]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Ahmad As'ngari ing Kadilangu Demak
[Sumare ing Sasanalaya Kadilangu Demak]
Bin
Abdillah
ilaa
Bani Nabiyullah Adam Khalifatullah fil ardh Allaihis Salam
wa ummul bashar Siti Hawa Allaiha salam


IV. Panutup

Alhamdulillahi Rabbil 'Alamiin, kanthi sujud syukur lan atur panuwun dumatheng Ngarsanipun Gusti Allahu Azza Wa Jalla, mugi slamet rahayu lahir bathin dunyo dumugi akherat kanthi angajab payung agung Syafa'atipun Kanjeng Rasulullah dumatheng sedaya sanak saderek Brayat Ageng Trah Eyang KRT. Hasan Midaryo Kalasan ing pundhi kemawon, mugi lir saking sedaya rubeda lan sambikolo.

Nyuwun agenging pangapsami saking sedaya Kadhang Sutrisna, bilih menawi taksih kathah khilaf ing tata kirata basa kawulo, utawi kathah klentha-klenthu anggenipun kawulo anggelar isinipun seratan punika. Pramila punika, angajab saged tumuju sampurnaning wedharan tulisan kawulo punika ing samangke?, Salajengipun pramila kasuwun para Kadhang Sutrisna lumantar ing www.trahpanembahanwongsopati.blogspot.com punika kersaha peparing sedekah warta, informasi, data utawi cariyos babad sejarah para leluhur.

Amargi, kawiwit saking pangajab manah kawulo kanthi blog punika bilih saged dadhos sarana hangraketaken maleh raos pasederekan sasama brayat ageng, ugi nerasaken semangat perjuangan para leluhur lan tiyang sepuh kitha, kanthi nguri-uri tilaran sejarah ugi ajaran laku kautaman warisanipun para Pepundhen, khususipun dumatheng para sanak kadhang anem utawi generasi penerus Trah Wongsopaten ingkang dereng lahir. Supadhos mboten kepaten obor sejarah para leluhur lan guyubing raos pasederekan kitha sedaya dumugi akhiring zaman.

Matur sembah nuwun..

Ismu Daly

Eyang Putri RA. Siti Dariyah Somongari



Bismillaahir rahmaanir rahiim..

Allaahummaj'al wa aushil mitsla tsawaabi maa qaraktuhu ilaa ruuhi..
Walidina wa Ummina wa Jadalina wa kutubina wa Nasabina =
Raden Ajeng Siti Dariyah, au ahlul asma =
Kanjeng Nyai Tumenggung Hasan Midaryo Kalasan,
[mijil ing Somongari, sedha ing Kalasan lajeng sumare ing Sasanalaya Klero]
Binti
Kanjeng Kyai Imam Sumo Marto
[mijil ing Somongari, sedha ing Sasanalaya Pring Sewu Lampung]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Sumo Citro
[Sumare ing Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Demang Sastro Wongso
[Sumare ing Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Demang Ngaran Wongso Negoro
[Sumare ing Pralayan Kademangan Ngaran, Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Ahmad Darso ing Tanjung Anom
[Sumare ing Pralayan Padukuhan Tanjung Anom, Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Purbo Kusumo ing Jolo Sutro
[Sumare ing Pralayan Padhepokan Jolo Sutro, Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Ageng Somongari Kedhana Kedhini = Raden Mas Kusumo As'ngari
[Mijil ing Krathon Ngayogyakarto Hadiningrat, sumare ing Sasanalaya Somongari]
Bin
Kanjeng Kyai Imam Ahmad As'ngari Mentosoro ing Tanjung Anom
[Sumare ing Pralayan Tanjung Anom]
Bin
Kanjeng Gusti Pangeran Mas Abdullah As'ngari Nila Sraba ing Bagelen
[Sumare ing Pralayan Nila Sraba Bagelen]
Bin
Kanjeng Sunan Geseng Maulana Abdurrahman As'ngari ing Jolo Sutro,
[Mijil ing Bagelen, sumare ing Sasanalaya Piyungan Bantul, Ngayogyakarto Hadiningrat]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Husein As'ngari ing Wono Joyo
[Sedha ing Wono Joyo warsa 1521 M]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Wahdi As'ngari ing Pajang
[Sumare ing Pralayan Pajang]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Hasan As'ngari ing Demak
[Sumare ing Pralayan masjid Agung Demak Bintoro]
Bin
Kanjeng Panembahan Maulana Ahmad As'ngari ing Kadilangu Demak
[Sumare ing Sasanalaya Kadilangu Demak]
Bin
Abdillah
Bani Nabiyullah Adam Khalifatullah fil ardh Allaihis Salam
wa ummul bashar Siti Hawa Allaiha salam

Al Fatihah..

Allaahummaghfirlaha warhamha wa 'aafiha wa'fu anha wa akrimu nuzulaha wawassi' madkha laha wataqabbal hasanaa taha wakaffir sayyiaatiha birahmatika
Yaa Allahu yaa Arhamarrahimiin..

Wa bi idznillah wa bijahin nabiyuna Muhammadar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam wa bi izzatul Kitabullah Al Qur'an Al Karim alaiha
bi alfa alfin fadhilatul haqq Al Fatihah..