Jujur, Jajar lan Jejer Manembah Gusti Ilahi

Duk Djaman Semono, Kandjeng Edjang Boeyoet Ing Klero nate paring wewarah,".. Djoedjoer Lahir Bathin Berboedi Bowo Leksono Adedhasar Loehoering Agomo, Djedjer Welas Asih Sasamoning Titah Adedhasar Jiwo Kaoetaman Lan Roso Kamanoengsan, Lan Djadjar Manoenggal Wajibing Patrap Bebrayan Agoeng Adedhasar Endahing Tepo Salira Manembah Ngarsaning Goesti Allah Ingkang Moho Toenggal, Ngrenggo Tjiptaning Koesoema Djati Rila Adedharma Mrih Loehoering Bongso, Agomo, Boedoyo, Lan Sasamining Titahing Gesang Ing Ngalam Donya, Ikoe Lakoening Moekmin Sadjati.." [Wewaler KRT. Hasan Midaryo,1999]

Kamis, 05 Agustus 2010

Bangunan Kraton Kasultanan Yogyakarta




Pagelaran adalah halaman paling depan yang berhubungan langsung dengan Alun-alun Lor. Bagian utamanya adalah Bangsal Pagelaran, yang dahulu bernama Tratag Rambat. Nama Pagelaran baru diperkenalkan setelah pemugaran pada tahun 1921, pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Bangsal ini dipergunakan sebagai salah satu tempat pelaksanaan Upacara Garebeg yang diselenggarakan 3 kali dalam 1 tahun. Antara tahun 1946 hingga 1973, bangsal ini pernah dipergunakan sebagai tempat kuliah pada masa-masa awal berdirinya Universitas Gadjah Mada.

Sepasang Bangsal Pemandengan yang terletak di kanan kiri bangsal utama, dahulu dipergunakan sebagai tempat duduk Sultan beserta panglima perang kerajaan, saat menyaksikan latihan perang-perangan di Alun-alun Lor. Bangsal Pengapit atau Bangsal Pasewakan yang juga berjumlah sepasang, adalah tempat pertemuan bagi para panglima Kasultanan, serta menjadi tempat menunggu perintah atau dhawuh dari Sultan. Bangsal Pengrawit yang terletak di sisi kanan dalam Bangsal Pagelaran, oleh Sultan dipergunakan sebagai tempat pelantikan para Patih. Sisi selatan halaman ini dihiasi 2 lajur tembok berisi relief perjuangan Sri Sultan Hamengku Buwono I dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Sepasang Bangsal Pacikeran berada di bagian selatan, dahulu menjadi tempat jaga bagi para abdi dalem Singanegara dan algojo Keraton yang disebut abdi dalem Mertolulut. Abdi dalem ini bertugas untuk memberikan hukuman bagi tahanan Keraton, yang pelaksanaannya dilakukan di Alun-alun Lor.

Setelah menaiki tangga di sebelah selatan Pagelaran, kita memasuki halaman Sitihinggil sebelah utara atau Sitihinggil Lor. Bangsal Sitihinggil adalah bangunan utamanya, yang dipergunakan sebagai tempat penobatan para raja Keraton Kasultanan Yogyakarta, sekaligus menjadi tempat diselenggarakannya upacara Pisowanan Agung. Pada tanggal 17 Desember 1949, bangsal ini dipergunakan sebagai tempat pelantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat. Dua hari kemudian pada tanggal 19 Desember 1949, di bangsal ini juga diselenggarakan peresmian Universitas Gadjah Mada sebagai perguruan tinggi nasional pertama di Indonesia.

Di bagian tengah Bangsal Sitihinggil berdiri sebuah bangunan bernama Bangsal Manguntur Tangkil. Di tengah bangsal ini terdapat batu persegi atau Selo Gilang yang dipergunakan untuk meletakkan singgasana Sultan ketika berlangsung upacara penobatan serta pada waktu digelarnya Pisowanan Agung. Di belakang Bangsal Manguntur Tangkil, berdiri Bangsal Witono yang menjadi tempat pusaka utama Keraton pada saat dilangsungkannya penobatan raja serta pada waktu upacara Garebeg Mulud pada Tahun Dal.

Di sisi timur halaman Sitihinggil terdapat bangunan bernama Balebang yang dipergunakan untuk menyimpan gamelan pusaka Sekaten, Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga. Sementara di sisi barat halaman ini berdiri Bale Angun-angun dimana tersimpan pusaka Keraton berwujud tombak bernama Kanjeng Kyai Sura Angun-angun. Tarub Agung adalah bangunan di depan Bangsal Sitihinggil yang menjadi ruang tunggu bagi para tamu Sultan yang akan menghadiri upacara resmi di Bangsal Sitihinggil atau sebelum mereka diterima oleh Sultan. Sepasang Bangsal Kori berada di kanan kiri Tarub Agung, berfungsi sebagai tempat jaga bagi para abdi dalem Kori dan abdi dalem Jaksa yang bertugas menyampaikan permohonan maupun pengaduan rakyat kepada Sultan.

Regol Brojonolo adalah pintu gerbang yang menghubungan halaman Sitihinggil Lor dengan Halaman Kemandungan Lor di sebelah selatannya. Halaman Kemandungan Lor juga sering disebut halaman Keben, karena didalamnya terdapat sejumlah Pohon Keben, salah satu tanaman langka yang pada tahun 1986 dinyatakan sebagai lambang perdamaian oleh Pemerintah Republik Indonesia. Bangunan utama halaman ini adalah Bangsal Ponconiti yang dahulu berfungsi sebagai ruang sidang pengadilan di lingkungan Keraton. Di tengah bangsal ini juga terdapat Selo Gilang yang dipergunakan sebagai tempat singgasana Sultan.

Regol Sri Manganti adalah pintu gerbang yang menghubungkan halaman Keben dengan halaman Bangsal Srimanganti. Bangunan utama halaman ini adalah Bangsal Srimanganti di sisi barat, yang dipergunakan sebagai tempat Sultan menyambut kedatangan tamu-tamu penting. Sementara di sisi sebelah timur dahulu berdiri Bangsal Trajumas yang menjadi tempat bagi para pejabat Keraton pendamping Sultan pada saat menyambut kedatangan tamu-tamu penting. Pada saat gempa bumi melanda Kota Yogyakarta pada bulan Mei tahun 2006, Bangsal Trajumas mengalami kerusakan yang cukup parah, sehingga harus diratakan dengan tanah.

Pada sisi selatan berdiri Regol Donopratopo yang menjadi gerbang masuk menuju Bangsa Kencono. Di sisi kiri kanan regol ini, berdiri sepasang arca raksasa Dwarapala. Arca di sebelah timur bernama Cingkarabala, sementara yang berada di sebelah barat bernama Balaupata.

Bangunan-bangunan utama Keraton Kasultanan Yogyakarta terletak di seputar Bangsal Kencono. Bangsal yang menghadap ke timur ini sehari-hari berfungsi sebagai tempat singgasana Sultan serta tempat digelarnya berbagai upacara penting di lingkungan Keraton. Bangsal Prabayeksa yang disebut juga sebagai Gedhong Pusaka, terletak di belakang Bangsal Kencono. Bangsal ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan berbagai senjata pusaka Keraton. Di dalam bangsal ini terdapat lampu minyak yang disebut Kyai Wiji yang selalu dijaga oleh abdi dalem agar tidak padam.

Di sebelah utara Bangsal Prabayeksa berdiri Gedhong Jene yang dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono II. Bangunan ini menjadi tempat tinggal raja hingga pada masa Sultan Hamengku Buwono IX. Saat ini dipergunakan sebagai kantor pribadi Sultan Hamengku Buwono X. Di sisi paling utara berdiri Gedhong Purworetno, satu-satunya bangunan bertingkat yang dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono V. Bangunan ini pernah dipergunakan sebagai kantor pribadi Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Sejumlah bangunan memiliki fungsi yang khusus pada saat berlangsung upacara penting atau penyambutan tamu kehormatan. Bangsal Manis di selatan Bangsal Kencono menjadi tempat penyelenggaraan pesta atau perjamuan kehormatan. Sepasang Bangsal Kotak di depan Bangsal Kencono menjadi tempat bagi para penari Keraton yang sedang menunggu giliran pentas. Bangsal Mandalasana di sebelah utaranya berfungsi sebagai tempat pementasan korps musik Keraton. Sementara gamelan diperdengarkan dari Gedhong Gangsa di sisi timur.

Di sebelah timur Gedhong Gangsa berdiri Kasatriyan yang merupakan tempat tinggal bagi para putra Sultan yang belum menikah. Gedhong Kantor Parentah Hageng adalah tempat pejabat Keraton yang berwenang menyampaikan perintah Sultan kepada semua abdidalem Keraton. Gedhong Danartapura adalah kantor bendahara Keraton. Letaknya berdampingan dengan Gedhong Patehan yang berfungsi sebagai tempat bagi abdi dalem untuk mempersiapkan minuman bagi keluarga Sultan. Sementara Gedhong Kaca adalah bangunan baru yang berfungsi sebagai museum untuk menyimpan benda-benda bersejarah peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Selain bangunan-bangunan tersebut, masih terdapat sejumlah bangunan yang masing-masing memiliki fungsi yang spesifik. Tidak semua bangungan yang ada di Keraton dapat dikunjungi khalayak umum, khususnya tempat dan bangunan yang berada di sebelah barat Bangsal Kencono. Tempat dan bangunan tersebut hanya dapat dikunjungi oleh kerabat Keraton atau para abdi dalemnya saja.

Regol Kemagangan adalah gerbang yang menjadi penghubung antara halaman Bangsal Kencono dengan halaman Kemagangan. Pada tembok penyekatnya terdapat ornamen simbolik berupa dua ekor naga saling berlilitan yang melukiskan candrasengkala berbunyi ” Dwi Naga Rasa Tunggal “. Sementara di sebelah kiri kanan sisi selatan gerbang juga terdapat patung 2 ekor naga dalam posisi siap mempertahankan diri, yang melukiskan candrasengkala berbunyi ” Dwi Naga Rasa Wani “. Makna keduanya sama, yaitu angka tahun 1682 Jawa atau 1756 Masehi, tahun berdirinya Keraton Kasultanan Yogyakarta.

Pelataran Kemagangan merupakan bagian belakang dari komplek bangunan Keraton, dengan Bangsal Kemagangan sebagai bangunan utamanya. Di bangsal inilah dipergelarkannya upacara Bedhol Songsong, yaitu pergelaran wayang kulit semalam suntuk yang diselenggarakan sebagai penutup setiap upacara ritual di lingkungan Keraton. Pada sudut sebelah tenggara dan barat daya halaman Kemagangan, berdiri Panti Pareden, sepasang bangunan yang diperuntukkan bagi abdi dalem Keraton yang bertugas mempersiapkan Gunungan Sekaten.

Regol Gadhungmlati adalah gerbang yang menghubungkan antara halaman Kemagangan dengan halaman Kemandungan Kidul. Pada tembok penyekatnya juga terdapat ornamen simbolik yang melukiskan cadrasengkala yang berbunyi ” Dwi Naga Rasa Tunggal ” sebagaimana dijumpai di Regol Kemagangan.

Bangsal Kemandungan adalah bangunan utama di halaman Kemandungan Kidul. Regol Kemandungan yang berada di sisi selatan halaman ini berhubungan langsung dengan Sitihinggil Kidul yang merupakan bagian paling selatan kompleks bangunan Keraton. Bangunan utamanya adalah Bangsal Sasana Hinggil yang menghadap ke arah Alun-alun Kidul. Bangunan ini telah dipugar pada tahun 1956 pada masa Sultan Hamengku Buwono IX. Pemugaran dilakukan dalam rangka peringatan 200 tahun berdirinya Keraton Kasultanan Yogyakarta, sehingga kemudian disebut Sasana Hinggil Dwi Abad.

[Agus Yuniarso]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar